Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

025-Nivapasutta.

naskah ini dalam bentuk draft masih ada salah ketik

mohon saudara untuk membetulkannya

diketik dengan ws6

thank's upa. dassana

.baru diedit 1x

NIVAPASUTTA

( 25 )

Demikianlah telah saya dengar:

Pada suatu ketika Sang Buddha sedang menginap di Jetavana, arama milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Sang Buddha menyapa para bhikkhu, sambil berkata: "Para bhikkhu". "Ya, Bhante," jawab mereka. Kemudian Sang Buddha berkata:

"Para bhikkhu, seorang petani tidak menanam untuk sekawanan kijang, sambil berpikir: 'Biarlah sekawanan kijang ini, menikmati hasil panen dari apa yang saya taburkan, sejahtera untuk waktu yang lama.' Para siswa, penabur bibit tanaman untuk sekawanan kijang akan berpikir: 'Sekawanan kijang ini akan memakan tanaman yang mengelilingi pagar sebagai hasil dari tanaman yang saya taburkan; mengelilingi pagar dan memakan tanaman itu, mereka akan menjadi gembira; mereka melakukan seperti apa yang ingin dikerjakan oleh seseorang di tengah-tengah hasil panen itu.'”

Para bhikkhu, kemudian sekawanan kijang pertama memakan tanaman yang mengelilingi pagar dari hasil panen yang ditaburkan oleh penabur itu; dengan mengelilingi pagar dan memakan tanaman, mereka menjadi gembira; dengan tidak berhati-hati mereka melakukan apa yang harus diker­jakan sesuai dengan kemauan penabur di tengah-tengagh panen itu. Para bhikkhu, dengan demikian kawanan kijang yang pertama itu tidaklah luput dari kekuasan penabur itu.

Para bhikkhu, kawanan kijang kedua menyadari: 'Sekawanan kijang pertama telah memakan tanaman yang mengelilingi pagar dari tanaman yang ditaburkan oleh petani; mereka ini, setelah memakan tanaman yang mengelilingi pintu masuk mereka menjadi gembira; karena gembira, mereka menjadi ceroboh; dengan menjadi itu mereka menjadi apa yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan sang petani di tengah-tengah hasil panen itu. Jadi kawanan itu, Seandainya kita semua harus makan dari memakan hasil panen itu; dan berpantang dari kenikmatan di mana terdapat ketakutan itu, telah masuk ke dalam bentangan hutan belantara, harus tinggal di sana?' Demikian semua berpantang dari memakan hasil panen; dan berpantang menikmati sesuatu di mana ada rasa ketakutan, telah pergi masuk ke dalam bentangan hutan belantara, mereka tinggal di sana. Dalam bulan-bulan terakhir dari musim panas rumput dan air habis, dan tubuh-tubuh mereka menjadi sangat kurus sehingga kekuatan dan energi mereka berkurang, dan dengan kekuatan dan energi mereka yang berkurang itu mereka datang kembali ke panenan tersebut ditaburkan oleh petani; mengelilingi atau mendekati pintu masuk mereka tana­man-tanaman ternak di sana; dengan mendekati atau mengelilingi pintu masuk serta memakan tanaman di sana, mereka menjadi gembira; karena gembira mereka menjadi ceroboh; dengan menjadi ceroboh itu, mereka menjadi apa yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan dari si petani di tengah-tengah hasil panen. Jadi para bhikkhu, sekawanan kijang juga tidak dapat terluput dari kekuasaan si petani itu.

Mereka memakan tanaman-tanaman ternak di sana; dengan mendekati atau mengelilingi pintu masuk serta memakan tanaman, mereka menjadi gembira; karena gembira mereka menjadi ceroboh, dengan menjadi ceroboh itu, mereka menjadi apa yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan dari si petani ditengah-tengah hasil panen. Jadi, para bhikkhu, sekawanan kijang kedua juga tidak dapat terluput dari kekuasaan si petani itu.

Kemudian, para bhikkhu, sekawanan kijang ketiga menyadari: 'Sekawanan kijang pertama telah memakan tananam ternak yang mengelilingi pintu masuk ... jadi sekawanan kijang pertama menyadari demikian: "Sekawanan kijang pertama telah memakan tanaman ternak yang mengelilingi pintu masuk ... Jadi sekawanan kijang pertama ini tidak bisa terluput dari kekuasaan si petani itu. Seandai­nya kita semua harus berpantang dari makan hasil panen; dan berpantang utnuk menikmati apa yang terdapat ketakutan, setelah pergi masuk ke dalam bentangan luas hutan belantara, apakah mereka harus tinggal di sana?" Dengan demikian semua dari mereka itu berpantang memakan hasil panen; dan berpantang dari menikmati apa yang terdapat ketakutan, telah masuk ke dalam bentangan luas hutan belantara, mereka tinggal di sana. Di dalam bulan-bulan terakhir musim panas, rumput-rumput serta air menghilang atau habis, dan tubuh-tubuh mereka menjadi sangat kurus sehingga kekuatan serta energi mereka berkurang, dan dengan kekuatan serta energi mereka yang berkurang itu mereka kembali lagi ke tanaman-tanaman yang ditaburkan atau ditanam oleh petani itu; dengan mendekati pintu masuk mereka memakan tanaman ternak (tanaman liar) di sana; mendekati pintu masuk dan memakan tanaman liar di sana, mereka menjadi girang; karena menjadi girang mereka menjadi ceroboh; dan dengan menjadi ceroboh girang; dengan menjadi girang mereka menjadi ceroboh; dan dengan menjadi ceroboh, mereka menjadi apa yang harus dilakukan sesuai dengan kemuaan si petani di tengah-tengah hasil panen itu. Sandainya kita harus membuat sarang di dekat tanaman yang ditaburkan oleh si petani itu, kami tidak akan menjadi girang dengan tidak menjadi girang kita tidak akan menjadi ceroboh; dan dengan tidak menjadi ceroboah, kita tidak akan menjadi mereka yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan dari si penabur di tengah-tengah dari hasil panen atau tanaman itu.' Mereka ini membuat sarang perlindungan dekat tanaman yang ditanam oleh petani; sesudah membuat sarang perlindungan, mereka makan tanaman liar tidak mendekati pintu masuk ladang pertanian yang ditanami oleh petani itu; mereka ini, memakan hasil tanaman liar tidak mendekati pintu masuk di sana, tidak menjadi girang; dengan tidak menjadi girang itu, mereka tidak menjadi ceroboh; dengan tidak menjadi ceroboh, mereka menjadi apa yang harus dilakukan sesuai dengan kemauan si petani ditengah-tengah hasil panen itu, [153] sedmikian sehingga kita bisa makan tanaman liar tidak usah mendekati pintu masuk tana­man-tanaman tersebut yang ditaburkan oleh petani; dan kemudian, sesudah mem­buat sarang (perlindungan) dan tidak mendekati pintu masuk dari tanaman yang ditanam oleh petani itu, kami tidak akan menjadi girang; dengan tidak menjadi girang kita tidak akan menjadi ceroboh; dan dengan tidak menjadi ceroboh, kita tidak akan menjadi mereka yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan dari si penabur ditengah-tengah dari hasil panen atau tanaman itu.' Mereka ini membuat sarang perlindungan dekat tanaman yang ditanam oleh petani; sesudah membuat sarang perlindungan, mereka makan tanaman liar tidak mendekati pintu masuk ladang pertanian yang ditanami oleh petani itu.; mereka ini, memakan hasil tanaman liar tidak mendekati pintu masuk di sana, tidak menjadi girang; dengan tidak menjadi girang itu, mereka tidak menjadi ceroboh; dengan tidak menjadi ceroboh itu, mereka tidak menjadi mereka yang harus dikerjakan sesuai kemauan dari sipetani ditengah-tengah hasil panen itu.

Oleh sebab itu, para bhikkhu, terjadilah kepada si petani dan teman-temannya hal sebagai berikut: 'Kawanan kijang ketiga ini mestinya adalah sangat trampil dan cerdik; kawanan kijang ketiga ini mestinya memiliki potensi dan barangkali mereka adalah setan; mereka makan hasil panen ini yang telah ditanam, tetapi kita tidak tahu kedatangan dan kepergian mereka. Seandainya kita akan mengelilingi hasil panen yang telah ditanam dengan tiang pancang dan jerat besar pada semua sisi? Maka mungkin kita melihat sarang perlindungan dari kawanan kijang ketiga ini, ke mana mereka akan pergi membawanya. Oleh karena itu para petani mengelilingi hasil pertanian yang mereka tanam itu dengan tiang-tiang pancang besar serta jerat-jerat di sekelilingnya. Kemudian, para bhikkhu, para penabur bibit beserta kawan-kawan melihat sarang perlindun­gan dari kawanan kijang ketiga, ke mana mereka pergi untuk mengambilnya. Jadi, para bhikkhu, juga kawanan kijang ketiga itu tidak terluput dari kekuasaan para penabur itu.

Oleh sebab itu, para bhikkhu, kawanan keempat kijang-kijang itu menya­dari demikian: 'Kawanan kijang pertama telah memakan tanaman liar yang menge­lilingi pintu masuk ... Jadi kawanan kijang pertama tidak terluput dari kekua­saan si penabur itu. Kemudian kawanan kijang yang kedua menyadari demikian: "Kawanan kijang pertama ini tidak terluput dari kekuasaan si penabur. Seandai kita semua berpantang dari memakan hasil pertanian ..." Jadi kawanan kijang kedua tidak bisa terluput dari kekuasaan si penabur. Kemudian kawanan kijang ketiga menyadari demikian: [154] Kawanan kijang pertama ... Jadi kawanan kijang pertama ini tidak terluput dari kekuasaan si penabur. Seandai kita semua berpantang dari makanan hasil pertanian itu ...' Jadi kawanan kijang kedua ini tidak terluput dari kekuasaan si penanam itu. Seandai kita membuat sarang perlindungan di dekat hasil pertanian yang ditanam oleh si petani itu, sehingga kita bisa makan hasil pertanian liar tidak usah mendekati pintu masuk dari pertanian yang ditanam oleh petani; dan kemudian, sesudah membuat sarang perlindungan dan tidak mendekati pintu masuk hasil pertanian yang ditanam oleh petani itu, kita tidak akan menjadi girang; dengan tidak menjadi girang, kita tidak akan menjadi ceroboh; dengan tidak menjadi ceroboh, kita tidak akan menjadi mereka yang harus dikerjakan atas kemauan dari si petani dari pertani­an itu." Mereka ini membuat sarang perlindungan mereka memakan tananman liar dengan tidak usah mendekati pintu masuk, dengan tidak mendekati pintu masuk hasil pertanian yang ditanam oleh si petani itu, mereka tidak menjadi girang; dengan tidak menjadi girang, karena mereka tidak menjadi girang, mereka tidak menjadi ceroboh; dengan tidak menjadi ceroboh itu, mereka tidak menjadi apa yang harus diperbuat sesuai dengan kemauan dari si petani ditengah-tengah menjadi apa yang harus diperbuat sesuai dengan kemauan dari si petani diten­gah-tengah hasil panennya itu. Oleh sebab itu terjadilah pada si petani beser­ta teman-temannya: "Sekawanan kijang yang ketiga ini mestinya sangat trampil dan cerdik; sekawanan kijang ketiga ini mestinya memiliki potensi atau kekua­tan dan menjadi setan-setan; mereka memakan hasil tanaman ini yang telah ditanam tetapi kita tidak tahu kedatangan atau kepergian mereka. Seandainya kita menutup hasil pertanian yang ditanam dengan tiang pancang besar-besar dan jerat-jerat pada semua sisi? Kemudian kita bisa melihat sarang perlindungan dari sekawanan kijang ketiga, kemana mereka pergi untuk mengambilnya." Demiki­an maka mereka itu mengelilingi pertanian yang ditaburkan oleh petani itu dengan tiang-tiang pancang besar serta jerat-jerat pada semua sisi. Kemudian si petani beserta para kawan-kawan melihat sarang perlindungan dari kawanan kijang ketiga itu terluput dari kekuasaan si penabur itu. Seandai kita membuat sarang perlindungan di suatu tempat dimana si petani serta kawan-kawan tidak akan datang? Setelah membuat sarang perlindungan kita di sana, kita bisa makan tanaman liar tanpa usah mendekati pintu masuk tempat pertanian yang ditaburkan oleh penabur; dengan makan tanaman liar tanpa mendekati pintu masuk, kita tidak akan menjadi gembira; dengan tidak menjadi gembira, kita tidak akan menjadi ceroboh; dengan tidak menjadi ceroboh [155] tidak akan menjadi mereka yang harus dikerjakan sesuai kemauan dari si penabur serta kawan-kawan tidak akan datang; sesudah membuat sarang perlindungan di sana, mereka makan tanaman liar dengan tidak usah mendekati pintu masuk di sana, tidak menjadi ceroboh itu, mereka tidak menjadi mereka yang harus dikerjakan sesuai dengan kemauan si penabur itu dengan ditengah-tengah hasil pertanian.

Oleh sebab itu, para bhikkhu, terjadilah pada si penabur beserta kawan-kawan: 'Sekawanan kijang ke empat mestinya sangat terampil dan cerdik, kawanan kijang tempat ini mestinya memiliki potensi dan menjadi setan-setan; mereka makan hasil tanaman yang ditaburkan, tetapi kita tidak tahu tentang kedatangan dan keperluan mereka. Seandainya kita menutup tempat pertanian yang telah ditabur itu dengan tiang pancang yang besar-besar serta jerat-jerat disekelil­ingnya, maka kita mungkin bisa melihat sarang perlindungan dari kawanan kijang keempat ini, ke mana mereka pergi mengambilnya.' Oleh karena itu mereka menut­up pertanian yang ditabur itu dengan tiang pancang besar-besar serta jerat-jerat pada semua sisi. Tetapi, para bhikkhu, baik si penabur serta kawan-kawan tidak melihat sarang perlindungan dari kawanan kijang ke empat itu, ke mana mereka pergi untuk mengambilnya. Oleh sebab itu, para bhikkhu, terjadilah pada si penabur beserta kawan-kawanya: "Apabila kita memukul habis-habisan kawanan kijang ke empat ini, mereka, yang telah dihajar habis-habisan itu, akan memu­kul yang lain; mereka ini, yang telah dipukul habis-habisan, akan menghajar yang lain pula, dan dengan ini semua kijang akan mengabaikan pertanian yang ditabur ini. Seandai kita tidak mempedulikan terhadap kawanan kijang ke empat itu?" Oleh sebab itu, para bhikkhu, baik si penabur maupun kawan-kawan mencam­puri dengan kawanan kijang ke empat itu. Jadi dengan demikian, para bhikkhu, kawanan kijang keempat ini terluputlah dari kekuasaan sipenabur atau sipetani itu.

Para bhikkhu, parabel ini dibuat oleh-Ku untuk menggambarkan artinya. Dan inilah arti tersebut:

Hasil panen atau hasil pertanian, para bhikkhu, ini adalah merupakan sinonim dari lima buah kesenangan inderawi.

'Si penabur atau si petani', para bhikkhu, ini adalah nama dari Mara, Si jahat.

'Kawan-kawan si penabur, para bhikkhu, ini adalah sinonim kawan-kawan Mara.

'Sekawanan kijang, para bhikkhu, ini adalah sinomim petapa dan brahma­na.'

Di mana, para bhikkhu, jenis petapa dan brahmana pertama memakan tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk pada hasil pertanian yang ditanam oleh si Mara benda-benda materi duniawi [156] mereka ini, memakan hasil tanaman liar dan mendekati pintu masuk di sana, menjadi girang; dengan menjadi girang, mereka menjadi ceroboh atau tidak hati-hati, mereka menjadi orang-orang yang harus dikerjakan atau diperlakukan oleh Mara sesuka hatinya ditengah-tengah hasil pertanian itu benda-benda materi duniawi. Jadi, para bhikkhu, jenis pertama daripara petapa dan brahmana tidak akan terluput dari kekuasaan Mara.

Aku, para bhikkhu, mengatakan bahwa jenis petapa dan brahmana yang pertama itu adalah seperti jenis sekawanan kijang yang pertama itu di dalam parabel.

Kemudian, para bhikkhu, jenis pertapa dan brahmana kedua menyadari: 'Jenis petapa dan brahmana yang pertama makan dalam (makanan hewan, dalam hal ini adalah berupa tanaman liar yang tidak sengaja di tanam oleh si petani) yang mengelilingi pintu masuk pada hasil pertanian yang ditanam oleh Mara benda-benda materi duniawi; mereka ini, dengan memakan tanaman liar dan mende­kati pintu masuk di sana, menjadi girang; dengan menjadi girang, mereka menja­di ceroboh atau tidak hati-hati; dengan tidak berhati-hati itu, mereka menjadi orang-orang yang dikerjakan oleh Mara sesuai dengan kemauannya di antara hasil pertanian benda-benda materi dari dunia. Seandainya kita akan berpantang dari makanan dari memakan hasil pertanian benda-benda materi dari dunia; dan ber­pantang dari menikmati atau kenikmatan di mana terdapat ketakutan, setelah mencebur ke dalam bentangan hutan belantara, haruskah mereka tinggal di sana?' Semua dari mereka itu berpantang dari makanan pertanian benda-benda materi duniawi; dengan berpantang dari kenikmatan di mana terdapat ketakutan, setelah terjun ke dalam bentangan hutan belantara, mereka tinggal atau menetap di sana. Di sana mereka ini menjadi pemakan tumbuh-tumbuhan ... makan padi-padian makan beras liar ...makan potongan-potongan kulit ... makan tumbuhan air ... makan dedak liar ... makan potongan-potongan kulit ... makanan tumbuh-tumbuhan air ... makan dedak padi ... makan tajin nasi ... makan ampas biji-biji minyak ... makan rumput dan mereka mulai memakan tahi kerbau, dan mereka bertahan hidup dengan makan akar-akar serta buah-buahan, makan buah-buahan yang telah jatuh. Di dalam bulan terakhir dari musim panas, ketika rumput-rumput serta air mengering, tubuh-tubuh mereka itu mengurus maka kekuatan serta energi mereka itu lenyap; disebabkan karena kekuatan dan energi mereka itu lenyap maka kebebasan pikiran mereka menghilang; disebabkan kebebasan pikiran mereka lenyap itu, maka mereka kembali lagi kepada hasil pertanian yang ditabur oleh si mara itu, benda-benda materi dari duniawi. Mereka memakan tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk di sana; dengan memakan tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk di sana; dengan memakan tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk di sana mereka menjadi girang; dengan menjadi girang mereka menjadi ceroboh; dengan menjadi ceroboh itu, mereka menjadi orang-orang yang diperlakukan sesuai dengan kemauan Mara di tengah-tengah hasil pertanian itu benda-benda materi dari duniawi. Mereka memakan tanaman liar yang mengeli­lingi pintu masuk di sana; dengan memakan tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk di sana mereka menjadi girang; dengan menjadi girang mereka menjadi ceroboh; dengan menjadi ceroboh itu, mereka menjadi orang-orang yang diperlak­ukan sesuai dengan kemauan Mara di tengah-tengah hasil pertanian itu benda-benda materi dari duniawi itu. Jadi, para bhikkhu, juga kedua jenis kawanan kaum petapa serta brahmana itu tak terluput atau terlepas dari cenckeraman di Mara [157]. Aku, para bhikkhu, mengatakan bahwa jenis kedua dari para petapa dan brahmana itu adalah seperti sekawanan kijang kedua di dalam parable itu.

Kemudian, para bhikkhu, para petapa dan brahmana ketika menyadari: 'Para petapa dan brahmana pertama itu memakan hasil tanaman liar yang mengelilingi pintu masuk pada pertanian yang ditanam oleh Mara benda-benda materi kedunia­wian. Jadi kaum petapa dan brahmana yang pertama ini tidak terluput dari kekuasaan Mara. Dan para petapa dan brahmana yang kedua menyadari: "Para petapa dan brahmana pertama makan-makanan liar yang mengelilingi pintu masuk .. Jadi kaum petapa dan brahmana pertama tidak terluput dari kekuasaan si Mara itu. Seandai kita semua harus berpantang dari makan hasil pertanian ... harus tinggal di sana?" Semua dari merka ini berpantang dari makan hasil pertanian ... mereka tinggal di sana. Di sana mereka ini menjadi pemakan hasil tumbuh-tumbuhan liat ... memakan buah-buahan yang terjatuh. Di dalam bulan terakhir dari musim panas ... mereka kembali lagi kepada hasil pertanian yang dahulu yang ditanam oleh Mara -bentuk -bentuk benda duniawi. Jadi para petapa dan brahmana yang kedua ini tidak terluput dari kekuasaan si Mara. Seandai kita harus membuat lubang perlindungan di dekat hasil pertanian yang ditanam oleh Mara itu - benda-benda materi dari duniawi; setelah membuat lubang perlindungan di sana, kita akan memakan tanaman hewan yang tidak menge­lilingi pintu masuk pada hasil pertanian oleh Mara benda-benda materi dari duniawi; setelah membuat lubang perlindungan di sana, kita akan memakan tana­man hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk pada hasil pertanian yang dita­nam oleh mara benda-benda materi duniawi; memakan hasil tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk, kita tidak akan menjadi girang; dengan tidak menjadi girang, kita tidak akan menjadi ceroboh (tidak berhati-hati; dengan tidak ceroboh, kita tiadk akan menjadi mereka yang harus diperlakukan sesuai dengan kemauan si Mara di tengah-tengah hasil pertanian itu - benda-benda materi keduniawian. Mereka ini kemudian membuat lobang perlindungan dekat degnanpertanian yang ditanam oleh Mara benda-benda materi duniawi; sesudah membuat lobang perlindungan di sana, mereka makan hasil tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk pada pertanian yang ditanam oleh Mara benda-benda materi duniawi; sesudah membuat lobang perlindungan disana, mereka makan hasil tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk pada pertanian yang ditanam oleh Mara-benda-benda material dunia; mereka ini, yang memakan hsil tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk di sana, tidak menjad girang dengan tidak menjadi girang itu, mereka tidak menjadi ceroboh; dengantidak menjadi ceroboh itu, mereka tidak menjadi orang-orang yang dapat diperbuat sesuka hati dari si Mara di tengah-tengah pertanian itu benda-benda material dari duniawi. Namun begitu mereka mendapatkan kesimpulan pandangan-pandangan sebagai berikut; bahwasanya dunia itu adalah kekal, juga bahwsanya dunia itu adalah tidak kekal; bahwasanya dunia itu merupakan hal yang berakahir, juga bahwasanya dunia itu bukan merupak hal yang berakhir; dan bahwa prinsip hidup serta badan, juga bahwa prinsip hidup dan tubuh itu adalah berbeda; dan bahwa Tathagata itu menjadi sesudah kematian, juga bahwasanya Tathagata tidak menja­di setelah kematian, juga bahwa Tathagata kedua-duanya menjadi dan tidak menjadi setelah kematian, juga bahwasanya Tathagata itu tiadk menjadi maupun pula bukan tidak menjadi setelah kematian. [158] Jadi, apra bhikkhu, tidak juga para petapa dan brahmana ketiga ini terluput dari kekuasaan si Mara. Aku, para bhikkhu, mengatakan bahwa petapa dan brahmana ketiga adalah seperti jenis sekawanan kijang di dalam parable atau persamaan itu.

Kemudian, para bhikkhu, jenis ke-empat dari para petapa serta brahmana menyadari demi kian: "Jenis pertama para petapa dan brahmana itu memakan tanaman hewan yang mengelilingi pintu masuk dari tanaman yang ditanam oleh Mara-Benda-benda material dari duniawi. ... Jadi jenis pertama dari para petapa serta brahmana ini tidak bisa terluput dari kekuasaan Mara. Dan jenis kedua dari para petapa serta brahmana ini menyadari: "Jenis pertama dari para petapa serta brahmana itu memakan hewan ... Jadi jenis pertama dari para petapa serta brahmana itu memakan tanaman hewan ...Jadi jenis pertama dari para petapa serta brahmana tidak terluput dari kekuasaan Mara. Seandai kita semua berpantang makan hasi tanaman ... harus tinggal di sana ..." Jadi jenis keuda dari para petapa serta brahmana itu ... tidak terluput dari kekuasaan si Mara. Dan jenis kedua para petapa serta brahmana menyadari: Jenis pertama para petapa serta brahmana ... tiadk terluput dari kekuasan si Mara. Seandai kita semua berpantang memakan hasil tanaman ... Jadi jenis kedua para petapa serta brahmana ini tidak bisa terluput dari kekuasaan si Mara seandai kita semua harus membuat lobang perlindungan di dekat tananman yang ditanam oleh si Mara - bentuk-bentuk benda material dari duniawi ..." Mereka ini membuat lobang perlindungan ... mereka tidaklah menjadi orang-orang yang harus diperlakukan si Mara sesuka hatinya di tengah-tengah hasil tanaman itu - bentuk-bentuk benda material dari duniawi. Namun begitu, mereka sampailah kepada pandangan-pandangan sebagai berikut: bahwa dunia ini adalah kekal ... juga bahwasanya Sang Tathagata tidak menjadi maupun bukan tidak menjadti setelah kematian. Jadi jenis para petapa dan brahmana tidak terluput dari kekuasaan si Mara. Seandai kita harus membuat lobang perlindugan di mana Mara serta teman-teman Mara tiadk datang; setelah membuat lobang perlindungan itu, kita dapat makan tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk pada tanaman yang ditabur oleh Mara itu - benda-benda material dari duniawi; dengan makan tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk, kita tidak akan menjadi girang; dengan tidak menjadi girang kita tidak akan menjadi ceroboh, dnegan tidak menjadi ceroboh kita tidak akan menjadi orang-orang yang harus diperlakukan oleh Mara semaunya di antara hasil pertanian itu benda-benda material duniawi.' mereka ini membuat lobang perlindungan di sana (159) mereka memakan tanaman hewan yang tidak mengelilingi tanaman yang ditanam oleh Mara - benda-benda material duniawi. Mereka ini, makan tanaman hewan yang tidak mengelilingi pintu masuk di sana, tidak menjadi girang; dengantidak menajdi girang, mereka tidak menja­di ceroboh; dnegan tidak menjadi ceroboh itu, mereka tidak menjadi orang-orang yang diperlakukan oleh Mara semaunya di antara hasil tanaman itu - benda-benda material duniawi. Jadi para bhikkhu, jenis ke empat para petapa serta brahmana terluput dari kekuasaan si Mara. Aku, para bhikkhu, mengatakan bahwa jenis para petapa dan brahmana ke empat itu adalah seperti jenis kawanan kijang ke empat di dalam parabel atau persamaan itu.

Dan bagaimana, para bhikhu, apakah di sana tidak terdapat pintu masuk dari Mara serta kawanan si Mara itu? Yang dimaksud di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu, dengan menjauhkan diri drai kesenangan-kesenangan inderawi, menjauhkan diri dari keadaan pikiran yang tidak terampil, memasuki serta mengabdikan diri dalam meditasi tingkat pertama yang diikuti oleh pikiran pemula serta pikiran-pikiran yang tidak berkesinambungan, terlahir karena sifat menjauhkan diri itu, dan adalah sangat menggembirakan serta menyenang­kan.

Para bhikkhu, jenis bhikkhu ini dinamakan seseorang yang telah menaruh kegelapan disekeliling Mara, dan yang telah menutup atau menghalangi pandangan Mara sehingga ia tidak mempunyai jangkauan, tidak tampak oleh si Jahat.

Dan sekali lagi, para bhikkhu, dengan menghilangkan pikiran pemula serta yang tidak berkesinambungan itu, maka pikirannya secara subyektif menjadi tenang sentosa dan difokuskan ke satu arah, terus menerus masuk serta mengab­dikan diri pada meditasi tingkat kedua yang mana adalah hampa daripada pikiran pemula dan tidak berkesinambungan itu, dan terlahir dari konsentrasi dan menggembirakan serta menyenangkan. Para bhikkhu, bhikkhu ini dinamakan seoran yang telah menaruh kegelapan disekitar mara, dan yang telah menutup atau menghalangi pandangan si Mara sehingga pandngan tersebut tidak mempunyai jangkauan, tidak dapat dilihat oleh Si Jahat.

Dan sekali lagi, para bhikkhu, dengan memudarnya rasa girang yang luar biasa itu, berkelana dengan keseimbangan, kesadaran yang berprihatin serta jelas, dan dialami oleh diri orang itu yang oleh orang ariya dinamakan: 'Hidup penuh kesenangan barang siapa mempunyai keseimbangan dan penuh perhatian,' dan ia masuk ke dalam serta mengabdi di dalam meditasi tingkat tiga. Para bhikkhu, bhikkhu ini disebut ... oleh si Jahat.

Dan sekali lagi, para bhikkhu, seorang bhikkhu dengan dapat mengenyah­kannya rasa senang, dengan dapat mengenyahkannya rasa sedih dengan selalu bersikap tenang terhadap kesenangan-kesenangan serta kesedihan-kesedihan yang lampau, memasuki serta mengadikan diri ke dalam meditasi tingkat ke empat did alam mana tidak memiliki rasa sedih maupun senang, dan yang seluruhnya dimur­nikan oleh keseimbangan serta kesiagaan. Para bhikkhu, bhikkhu ini dinamakan ... oleh si jahat.

Dan sekali lagi, para bikkhu, seorang bhikkhu dengan melewati jauh diluar daya memahai tentang bentuk-bentuk material, dengan turunya atau redam­nya persepsi dari reaksi-reaksi sensori, dengan tidak menghadiri atau tidak memperhatikan berbagai jenis persepsi, sambil berpikir: 'Langit adalah tidak ada batasnya,' memasuki serta mengabdikan diri di dalam alam terdiri dari eter yang tak terbatas. Para bhikkhu, bhikkhu ini dinamakan ... si jahat.

Dan sekali lagi para bhikkhu, seorang bhikkhu denganjubah jauh melampaui alam kesadaran yang tak terbatas itu, [160] sambil berpikir : "Di sana tiada ada sesuatu," memasuki dan mengabdikan diri di dalam alam tiada ada apa-apa­nya. Para bhikkhu, bhikkhu semacam ini dinamakan ... oleh si jahat.

Dan sekali lagi, para bhikkhu seorang bhikkhu dengan jauh melampaui alam dari tiada ada apa-apa itu, memasuki dan mengabdikan diri di dalam alam yang bukan persepsi maupun pula bukan non persepsi.

Para bhikkhu, bhikkhu ini dinamakan seorang yang telah menaruh kegelapan di sekeliling mara dan yang menutup pandangan atau penglihatan si mara sedemi­kian sehingga pandangan itu tidak mempunyai jangkauan, tetap tidak terlihat oleh si jahat.

Dan sekali lagi, para bhikkhu seorang bhikkhu yang jauh melampaui di atas alam dari bukan persepsi maupun pula non persepsi, memasuki dan mengadi­kan diri di dalam penghentian dari persepsi serta perasaan; dan dengan dapat melihat dengan kebijaksanaan, intuitip, maka kanker telah dihancurkan sama sekali.

Para bhikkhu, bhikkhu ini dinamakan seorang yang telah menaruh kegelapan di sekeliling mara, dan yang, setelah menutup atau meliputi pandangan si mara sedemikian sehingga ia tidak mempunyai jangkauan, tetap tidak terlihat atau tidak dapat dilihat oleh si jahat; ia telah menyeberangi di atas kekusutan di dunia ini.

Demikianlah kata-kata Sang Buddha; merasa senang, para bhikkhu ini menyukuri tentang apa yang telah diajarkan oleh sang Tathagata itu.

Popular Posts