Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

022-Alagaddupamasutta.

ALAGADDUPAMASUTTA

(22)

1-- Demikianlah yang telah saya dengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagava menginap di Jetavanārama milik Anathapindika, Savatthi.

2-- Pada waktu itu suatu pandangan jahat (papaditthi) telah timbul di dalam diri seorang bhikkhu yang bemama Arittha, yang pada waktu lampau adalah seorang pembunuh burung Nasar (Burung Pemakan Bangkai).

"Sebagaimana saya mengerti dhamma diajarkan oleh Sang Bhagava, hal-hal yang disebut penghalang (antarayika) oleh Sang Bhagava adalah tidak dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu.

3-- Beberapa bhikkhu setelah mendengar hal ini, menemui Bhikkhu Arittha dan bertanya kepadanya: "Avuso Arittha, apakah benar bahwa ada pikiran jahat muncul dalam dirimu?"

"Benar, para avuso. Sebagaimana saya mengerti dhamma diajarkan oleh Sang Bhagava, hal-hal yang disebut penghalang (antarayika) oleh Sang Bhagava adalah tidak dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu.”

Kemudian, para bhikkhu ini berkeinginan untuk membebaskan dia dari pandangan jahat itu, menekan, bertanya dan menanyai dia berulang kali: "Avuso Arittha, jangan berkata begitu. Jangan salah mengerti mengenai Sang Bhagava. Sang Bhagava tidak akan mengatakan seperti itu. Karena di dalam banyak khotbah Sang Bhagava telah menyatakan bagaimana hal-hal penghalang menghalangi, dan bagaimana penghalang-penghalang ini dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu. Sang Bhagava telah menyatakan bangaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Dengan perumpamaan tengkorak ... dengan perumpamaan sepotong daging ... dengan perumpamaan rumput obor ... dengan perumpamaan lobang arang ... dengan perumpamaan mimpi ... dengan perumpamaan barang-barang dipinjam ... perumpamaan pohon sarat dengan buah ... perumpamaan rumah jagal ... perumpamaan pedang ... dengan perumpamaan kepala ular, Sang Bhagava telah menyatakan bagaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu.

Namun, walaupun ditekan, ditanya, dan ditanya berulang kali oleh mereka dengan cara ini, Bhikkhu Arittha tetap teguh mempertahankan pandangan jahat itu dan bersikeras berlanjut dengan pandangan itu.

4-- Karena para bhikkhu tidak berhasil membebaskannya dari pandangan jahat, maka mereka pergi menemui Sang Bhagava, setelah memberi hormat kepada beliau, mereka duduk di tempat yang tersedia dan mengatakan kepada beliau semua yang telah terjadi, dan menambahkan: "Bhante, karena kami tidak dapat membebaskan Bhikkhu Arittha dari pandangan jahat ini, kami melaporkan hal ini kepada Sang Bhagava."

5-- Sang Bhagava berkata kepada seorang bhikkhu: "Bhikkhu, katakan kepada bhikkhu Arittha atas nama saya babwa guru (sattha) memanggilnya."

"Ya, Bhante," jawabnya. Ia pergi menemui Bhikkhu Arittha dan berkata kepadanya:

"Avuso Arittha, guru memanggilmu."

"Baiklah, avuso," jawabnya, dan ia pergi menemui Sang Bhagava, setelah menghormat beliau, ia duduk di tempat yang tersedia. Kemudian Sang Bhagava bertanya kepadanya: "Arittha, apakah benar bahwa pandangan jahat seperti ini telah muncul dalam dirimu: 'Sebagaimana saya mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, hal-hal yang disebut penghalang oleh Sang Bhagava adalah tidak dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu'?"

"Benar, Bhante. Sebagaimana saya mengerti Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagava, hal-hal yang disebut penghalang oleh Sang Bhagava adalah tidak dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu."

6-- "Orang yang salah arah, dari siapa anda mengetahui saya mengajarkan Dhamma dengan cara ini? Orang, yang salah arah, dalam banyak khotbah saya telah menyatakan bagaimana hal-hal penghalang menghalangi, dan bagaimana penghalang-penghalang ini dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu. Saya telah menyatakan bangaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Dengan perumpamaan tengkorak ... dengan perumpamaan sepotong daging ... dengan perumpamaan rumput obor ... dengan perumpamaan lobang arang ... dengan perumpamaan mimpi ... dengan perumpamaan barang-barang dipinjam ... perumpamaan pohon sarat dengan buah ... perumpamaan rumah jagal ... perumpamaan pedang ... dengan perumpamaan kepala ular, saya telah menyatakan bagaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Tetapi anda, orang yang salah arah, telah mengsalah-mengertikan kami dengan penangkapan salahmu dan merusak dirimu sendiri serta menimbun karma buruk; karena ini akan mengantarmu ke kecelakaan dan penderitaan untuk masa yang lama.

7-- Selanjutnva. Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu, bagaimana pendapat anda sekalian. Apakah Bhikkhu Arittha menyalakan seberkas kebijaksanaan dalam Dhamma dan Vinaya ini"

“Bagaimana mungkin, Bhante? Tidak, Bhante."

Ketika hal ini telah dikatakan, Bhikkhu Arittha duduk diam, malu, dengan bahu menurun dan kepala menunduk menerawang dan tak berkata apa-apa. Kemudian, setelah mengetahui keadaan ini, Sang Bhagava berkata kepadanya: "Orang yang salah arah, anda akan terkenal karena pandangan jahatmu. Saya akan menanyai para bhikkhu sehubungan dengan hal ini."

8-- Selanjutnva, Sang Bagava berkata kepada para bhikkhu: Para bhikkhu apakah anda sekalian mengerti Dhamma yang saya ajarkan seperti Bhikkhu Arittha ini lakukan ketika ia mensalah artikan kami dengan pengertiannya yang salah dan melukai dirinya sendiri serta menimbun karma buruk?"

"Tidak, bhante. Karena di dalam banyak khotbah Sang Bhagava telah menyatakan bagaimana hal-hal penghalang menghalangi, dan bagaimana penghalang-penghalang, ini dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu. Sang Bhagava telah menyatakan bagaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Dengan perumpamaan tengkorak ... dengan perumpamaan sepotong daging ... dengan perumpamaan rumput obor dengan perumpamaan lobang arang ... dengan perumpamaan mimpi … dengan perumpamaan barang-barang dipinjam... perumpamaan pohon sarat dengan buah ... perumpa-maan rumah jagal ... perumpamaan pedang ... dengan perumpamaan kepala ular, Sang Bhagava telah menyatakan bagimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu."

"Baik, para bhikkhu. Baik, karena anda sekalian mengerti Dhamma yang saya ajarkan seperti itu. Karena dalam banyak khotbah saya telah menyatakan bagaimana hal-hal penghalang menghalangi, dan bagaimana penghalang-penghalang ini dapat menghalangi seseorang yang sibuk dengan hal-hal itu. Saya telah menyatakan bangaimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, namun banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Dengan perumpamaan tengkorak ... dengan perumpamaan sepotong daging ... dengan perumpamaan rumput obor dengan perumpamaan lobang arang ... dengan perumpamaan mimpi dengan perumpamaan barang-barang dipinjam ... perumpamaan pohon sarat dengan buah ... perumpamaan rumah jagal ... perumpamaan pedang ... dengan perumpamaan kepala ular, saya telah menyatakan bagimana keinginan nafsu indera yang hanya menghasilkan kepuasan sedikit, banyak penderitaan, banyak keputusasaan, dan betapa besar bahaya dalam hal-hal itu. Tetapi, anda orang yang salah arah, telah mengsalahmengertikan kami dengan penerimaan salahmu dan merugikan dirimu sendiri serta menimbun karma buruk; karena ini akan mengantarmu ke kecelakaan dan penderitaan untuk masa yang lama.

9. "Para bhikkhu, seseorang yang sibuk dengan pemuasan nafsu indera tanpa keinginan nafsu, tanpa persepsi keinginan nafsu dan tanpa pikiran-pikiran keinginan nafsu - adalah tak mungkin."

Perumpamaan Ular

10. Para bhikkhu, beberapa orang bodoh belajar Dhamma khotbah-khotbah (sutta-sutta), bait-bait (geyya), eksposisi-eksposisi (veyyakarana), syair-syair (gatha), pernyataan-pernyataan gembira (udana), kata-kata (itivuttaka), cerita-cerita kelahiran (jataka), dhamma yang menakjubkan (abbhutadhamma) dan tanya-jawab (vedalla) - tetapi setelah mempelajari Dhamma, mereka tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan. Tidak memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan, mereka tidak mendapat pengertian sebenarnya dari ajaran-ajaran itu. Sebaliknya mereka belajar Dhamma hanya untuk mencela orang-orang lain dan memenangkan perdebatan, serta mereka tidak mengalami kebaikan dari tujuan mereka belajar Dhamma. Ajaran-ajaran itu, salah diterima oleh mereka, menyebabkan kerugian dan penderitaan yang lama.

Misalnya, ada seorang yang memerlukan ular, mencari ular, mengembara mencari ular, melihat seekor ular besar dan menangkap lingkarannya atau ekomya. Ular itu akan berbalik kepadanya, menggigit tangannya, lengannya atau anggota tubuhnya, dan karena itu ia dapat mati atau mati dengan menderita. Mengapa begitu? Sebab ia salah menangkap ular. Begitu pula, di sini ada beberapa bhikkhu yang salah arah belajar Dhamma .... Ajaran-ajaran itu, salah diterima oleh mereka, menyebabkan kerugian dan penderitaan yang lama.

11. "Para bhikkhu, di sini ada beberapa keluarga (kulaputta) belajar Dhamma, khotbah-khotbah ... tanya-jawab - setelah mempelajari Dhamma, mereka memeriksa arti dari ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan. Memeriksa arti ajaran-ajaran itu dengan kebijaksanaan, mereka mendapat pengertian benar dari ajaran-ajaran itu. Mereka tidak belajar Dhamma untuk mencela orang-orang lain dan untuk memenangkan perdebatan, mereka mengalami kebaikan sesuai dengan tujuan mereka mempelajari Dhamma. Ajaran-ajaran itu telah diterima dengan benar oleh mereka, menyebabkan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk masa yang lama.

Misalnya, ada seorang yang memerlukan ular, mencari ular, mengembara mencari ular, melihat seekor ular besar dan menangkapnya secara benar dengan tongkat berpenjepit, setelah melakukan seperti itu, ia memegangnya tepat dilehernya. Walaupun ular itu melingkarkan tubuhnya pada tangannya, lengannya atau anggota tubuhnya, tetap ia tidak akan mati atau mati menderita karena perbuatan ular itu. Mengapa begitu? Sebab ia menangkap ular dengan cara yang benar. Begitu pula, di sini ada beberapa keluarga mempelajari Dhamma .... Ajaran-ajaran itu, telah diterima dengan benar, menyebabkan kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk masa yang lama.

12. "Para bhikkhu, bilamana anda sekalian mengerti Dhamma yang saya nyatakan, ingatlah itu sesuai dengan apa adanya; dan bilamana anda sekalian tidak mengerti apa yang saya nyatakan, maka tanyalah hal itu padaku atau kepada bhikkhu yang bijaksana.

Perumpamaan Rakit

13. "Para bhikkhu, saya akan mengajarkan kepadamu sekalian. Dhamma yang mirip dengan rakit, yang digunakan untuk menyebarang, dan bukan untuk dipegang saja. Dengar dan perhatikanlah dengan baik pada apa yang akan saya katakana."

"Ya, Bhante," jawab para bhikkhu.

"Para bhikkhu, ketika seorang yang melakukan perjalanan di jalan raya melihat sebuah genangan air yang lebar, tepi sisi dari genangan air itu sangat berbahaya dan menakutkan, tepi yang seberang aman dan tidak menakutkan, tetapi apabila di sana tidak ada perahu untuk menyeberanginya atau pula tidak ada jembatan yang dapat dititi dari sini ke sana, hal ini mungkin terjadi padanya: 'Ini adalah bentangan air yang besar dan lebar, tepi yang sini berbahaya dan menakutkan, tepi yang sana aman dan tidak menakutkan, tetapi di sana tidaklah terdapat sebuah perahu untuk menyeberangkannya atau tidak pula terdapat jembatan untuk dapat dititi dari tepi sini ke tepi sana. Seandainya saya, setelah mengumpulkan rumput-rumputan, kayu-kayu, cabang-cabang dan ranting-ranting, daun-daunan dan setelah mengikatnya menjadi sebuah rakit, dengan bergantung pada rakit itu, dan berusaha dengan tangan-tangan serta kaki-kaki, harus dapat menyeberang dengan selamat ke seberang sana?' Para bhikkhu, kemudian orang itu, setelah mengumpulkan rumput-rumput, kayu-kayu, cabang-cabang, ranting-ranting, daun-daunan, setelah mengikatnya menjadi sebuah rakit, dengan bergantung pada rakit tersebut berusaha dengan keras dengan tangan-tangan serta kaki-kaki, akan dapat menyeberang dengan selamat ke seberang. Baginya, setelah menyeberang, pergi ke sana, hal ini bisa terjadi: 'Sekarang, rakit ini sudah sangat berguna bagiku. Saya dengan menggantungkan pada rakit ini, dan berusaha dengan keras dengan tangan-tangan serta kaki-kakiku, telah menyeberang dengan selamat ke seberang sini. Seandai aku sekarang, setelah menaruh rakit itu di atas kepalaku, dan mengangkatnya ke atas pundak-ku, apakah bisa berjalan menurut apa yang saya inginkan?' Apa yang kamu pikirkan tentang hal ini, para bhikkhu? Apabila orang itu melakukan itu, apa ia melakukan apa yang semestinya dilakukan dengan rakit tersebut?"

"Tidak, Bhante.”

"Para bhikkhu, apa yang harus dilakukan oleh orang tersebut, demi untuk berbuat apa yang seharusnya diperbuat dengan rakit tersebut? Para bhikkhu, dalam hal ini mungkin bisa terjadi terhadap orang itu yang telah menyeberang dari sana ke seberang sini: 'Sekarang, rakit ini telah sangat berguna bagiku. Dengan bergantung pada rakit ini dan berusaha dengan kuatnya memakai tangan dan kaki-kakiku, saya telah menyeberang dengan selamanya keseberang sini. Seandai saya sekarang, setelah menepikan rakit ini di atas tanah kering atau setelah aku menenggelamkannya di bawah air, apakah aku harus melakukan hal itu sesuai dengan keinginanku? Para bhikkhu, dalam hal ini, apa yang harus orang itu lakukan? Dalam melakukan hal ini, para bhikkhu, orang itu harus melakukan apa yang harus ia lakukan dengan rakit tersebut. Para bhikkhu, sekalipun demikian apakah dhamma tentang persamaan dengan rakit yang saya ajarkan itu untuk dipakai menyeberang, bukan untuk disimpan atau dipertahankan."

14. "Para bhikkhu, bilamana anda sekalian mengetahui dhamma seperti rakit, anda sekalian harus meninggalkan hal-hal baik tertentu, apa lagi hal-hal yang buruk."

15. Para bhikkhu, terdapat keenam pandangan dengan hubungan-hubungan sebab akibat. Apa keenam pandangan itu? Para bhikkhu, di dalam bubungan ini, rata-rata orang yang tidak diberikan instruksi, tidak ambil peduli terhadap hal-hal yang murni, tidak terampil dalam dhamma dari orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma dari orang-orang suci, tidak ambil peduli terhadap orang-orang benar, tidak terampil dalam dhamma dari orang benar, tak terlatih dalam dhamma dari orang-orang benar, mengganggap bentuk-bentuk material sebagai: 'Ini adalah kepunyaanku ... ' Ia menganggap persepsi menanggapi itu sebagai: "Ini adalah aku, ini adalah pribadiku.' Juga pandangan apapun dengan hubungan sebab akibat mengatakan: 'Ini adalah dunia ini adalah pribadi; sesudah kematian aku akan menjadi kekal abadi, tahan lama, kekal, tidak terkena hukum perubahan, aku akan berdiri tegak seperti masuk ke dalam alam kekal, 'ia menganggap ini sebagai: 'Ini adalah kepunyaanku, ini adalah pribadiku.'

16. Para bhikkhu, tetapi siswa yang telah diberikan instruksi tentang hal-hal murni, memperhatikan hal-hal murni, terampil di dalam dhamma dari orang-orang suci, terlatih baik-baik di dalam dhamma dari orang-orang suci; berprihatin terhadap orang-orang benar, terampil di dalam dhamma dari orang-orang benar; terlatih baik-baik di dalam dhamma dari orang-orang benar, menganggap bentuk-bentuk material sebagai: 'Ini adalah bukan milikku, ini bukan aku, ini adalah bukan pribadiku; 'ia menganggap perasaan sebagai: 'Ini adalah bukan milikku ... ia menganggap persepsi sebagai: 'Ini adalah bukan milikku...' ia menganggap kecenderungan-kecenderungan kebiasaan sebagai: 'Mereka ini adalah bukan milikku ... ; 'Ia menganggap kesadaran sebagai: 'Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukan pribadiku.' Juga ia menganggap apapun yang dilihat, didengar, dirasa, dimengerti, dicapai, dicari, direnungkan oleh pikiran sebagai: "Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukan pribadiku.” Juga, pandangan apa pun dengan hubungan sebab akibat yang menyatakan: "Dunia ini sangat pribadi, sesudah mati aku akan menjadi permanen, bertahan lama, kekal, tidak terkena hukum perubahan, aku akan berdiri tegak seperti masuk ke dalam kekekalan.” Tetapi ia yang menganggap ini sebagai: 'Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini adalah bukn pribadiku.' Bagi dia yang menganggap (dunia) itu adalah sesuatu yang tidak ada, tidak akan menjadi khawatir atau cemas."

17. "Karena ia memandang hal-hal itu seperti itu, maka ia tidak cemas tentang apa yang non-eksisten.”

18. Ketika hal ini telah diucapkan, seorang bhikkhu berkata kepada Sang Bhagava: "Bhante, tetapi apakah tidak muncul kecemasan tentang sesuatu non-eksisten ekstemal?"

"Bhikkhu, mungkin ada," kata Sang Buddha. "Bhikkhu, dalam hal ini, itu terjadi pada seseorang (berpandangan): 'Apa yang sudah pasti milikku adalah pasti bukan milikku; apa yang mungkin pasti menjadi milikku, sudah pasti tidak ada kesempatan untuk aku peroleh.' Ia berduka, menangisi, meratapi, memukul-mukul dadanya, dan diliputi kekecewaan. Para bhikkhu, sekali pun demikian, muncullah kecemasan tentang sesuatu obyek yang tidak ada itu."

19. "Bhante, tetapi apakah dapat terjadi, tidakkah ada kecemasan tentang sesuatu obyek yang tidak ada itu?"

"Bhikkhu, mungkin," kata Sang Bhagava. "Di dalam hal ini, hal itu tidak terjadi pada setiap orang: 'Apa yang sudah pasti milikku adalah pasti bukan milikku (sekarang); apa yang pasti menjadi milikku, pasti tidaklah ada kesempatan untuk menjadi milikku.' Ia tidak berduka, menangis, meratap, ia tidak memukuli dadanya' ia tidak diliputi kekecewaan. Sekali pun demikian, terjadilah suatu kecemasan tentang sesuatu obyek (sesuatu yang obyektif) yang tidak ada."

20-- "Bhante, tetapi apakah di sana terdapat kecemasan tentang sesuatu yang non-eksisten eksternal.?"

"Mungkin saja ada, bhikkhu," kata Sang Bhagava. "Para bhikkhu, dalam hal ini pandangan terjadi pada seseorang: 'Dunia ini sang pribadi; sesudah mati aku akan menjadi permanen, tahan lama, kekal, tidak terkena hukum perubahan, aku akan berdiri tegak seperti masuk ke dalam kekekalan.' Namun bagi dia yang mendengarkan dhamma seperti apa adanya yang diajarkan oleh Sang Tathagata atau oleh seorang siswa dari Tathagata untuk mencabut hingga ke akar-akarnya semua ketetapan, prasangka, kecenderungan dan ketergantungan terhadap pandangan dan hubungan sebab akibat, untuk menenangkan semua aktivitas-aktivitas, untuk melenyapkan semua kemelekatan, untuk menghancurkan nafsu atau keinginan keras, untuk menghilangkan nafsu-nafsu, mengadakan penghentian-penghentian, Nibbana. Juga hal seperti ini tidak terjadi padanya: 'Aku pasti akan dimusnahkan, aku pasti akan dimusnahkan, aku pasti akan dihancurkan, aku pasti akan tidak ada.' Oleh sebab itu ia tidak berduka, tidak menangis, tidak meratap, tidak memukul-mukul dadanya, ia tidak diliputi putus asa. Para bhikkhu, demikianlah maka tidak terdapat kecemasan tentang sesuatu yang subyektif yang tidak ada itu.”

“Para bhikkhu, apakah anda sekalian dapat memegang beberapa hak milik, hak-hak milik mana yang menjadi kekal, bertahan lama, abadi, tidak terkena hukum perubahaan, yang dapat berdiri tegak sepertinya masuk ke dalam kekekalan itu? Para bhikkhu, tetapi apakah anda sekalian melihat bahwa hak milik itu adalah materi yang akan menjadi permanen, tahan lama, kekal tidak patut terkena hukum perubahan, yang akan berdiri tegak seperti hendak masuk ke dalam kekekalan.

"Tidak, bhante."

"Baik, para bhikkhu. Para bhikkhu, saya pun tidak melihat bahwa harta milik itu adah materi yang permanen, tahan lama, kekal, tidak terkena hukum perubahan, yang akan berdiri tegak bagaikan mau masuk ke dalam kekekalan. Para bhikkhu, dapatkah anda sekalian menangkap pemahaman teori tentang pribadi, sedemikian sehingga dengan menangkap teori tersebut tentang pribadi tidak kekal akan timbul kedukaan, penderitaan, kesengsaraan, ratap tangis dan putus asa. Para bhikkhu, tetapi apakah anda sekalian melihat bahwa pemahaman teori tersebut tentang pribadi, dari hasil pemahaman atau penangkapan teori tentang pribadi, di sana tidak akan timbul kedukaan, penderitaan, kesengsaraan, ratap tangis dan putus asa"

"Tidak, Bhante."

"Baik, para bhikkhu. Para bhikkhu, saya pun tidak melihat bahwa pemahaman teori tentang pribadi dari pemahaman mana tidak bakal akan timbul, kedukaan, penderitaan, kesengsaraan, ratap tangis dan putus asa. Para bhikkhu, dapatkah anda sekalian bergantung pada ketergantungan pandangan, menggantungkan diri pada ketergantungan pandangan bahwa tidak akan timbul kedukaan, penderitaan kesengsaraan, ratap tangis dan putus asa? Para bhikkhu, tetapi apakah anda sekalian melihat bahwa bergantung pada pandang ... putus asa?"

"Tidak, Bhante."

"Baik, para bhikkhu. Para bhikkhu, saya pun tidak melihat bahwa bergantung pada pandangan dengan bergantung pada ketergantungan pandangan bahwa tidak akan timbul kedukaan, penderitaan, kesengsaraan, ratap tangis dan autus asa. Para bhikkhu, apabila di sana terdapat pribadi dapatkah dikatakan: 'Ia termasuk ke dalam pribadiku'?

"Ya, Bhante."

“Para bhikkhu, atau apakah di sana terdapat apa yang termasuk ke pribadi, dapatkah dikatakan: 'Ia adalah pribadiku?'

"Ya, Bhante."

“Para bhikkhu, tetapi apabila pribadi dan apa yang termasuk ke pribadi, walaupun sebenarnya ada, tidak dapat dipahami, adalah bukan pandangan serta bubungan sebab akibat bahwa: 'Ini adalah dunia ini adalah pribadi, sesudah kematian aku akan menjadi permanen, tahan lama, kekal, tidak terkena hukum perubahan, aku akan berdiri tegak seperti akan masuk ke dalam kekekalan' adalah bukan demikian kebodohan total sempurna?"

"Bhante, bagaimana bisa tidak menjadi kebodohan total sempurna?"

"Para bhikkhu, apa yang anda sekalian pikirkan tentang hal ini, apakah bentuk material itu kekal atau tidak kekal?"

"Tidak kekal, bhante."

“Tidak kekal itu menyenangkan atau menyakitkan ?”

"Menyakitkan, bhante."

'Tetapi apakah pantas untuk menganggap bahwa apa yang tidak kekal itu, menyakitkan, patut terkena hukum perubahan, sebagai 'Ini adalah milikku, ini adalah aku, ini adalah pribadiku?’"

“Tidak, bhante."

“Para bhikkhu, apa yang anda sekalian pikirkan tentang ini: apakah perasaan (vedana) ... persepsi (sanna) ... bentuk-bentuk pikiran (sankhara) itu kekal atau tidak kekal? Para bhikkhu, apa yang kamu pikirkan tentang ini, apakah kesadaran itu kekal atau tidak kekal?"

"Tidak kekal, bhante."

"Sesuatu yang tidak kekal itu menyakitkan atau menyenangkan?"

"Menyakitkan, bhante."

"Tetapi apakah pantas untuk menganggap yang tidak kekal, menyakitkan, patut terkena hukum perubahan sebagai, 'Ini kepunyaanku, ini adalah aku, ini adalah pribadiku'?"

"Tidak, bhante."

"Para bhikkhu, mengapa bentuk materi apa pun, yang lalu, yang akan datang, sekarang, subyektif atau obyektif, [139] kasar maupun lembut, buruk atau baik, apakah ia jauh dekat, semua bentuk-bentuk materi haruslah dilihat sedemikian dengan kebijaksanaan sempurna sebagaimana itu apa adanya: ‘Ini adalah bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan peribadiku.’ Perasaan (vedana) apa pun... persepsi (sanna) apa pun ... bentuk-bentuk pikiran (sankhara) apa pun... kesadaran (vinnana) apa pun, baik yang lampau, yang akan datang, seorang, subyektif maupun obyektif, kasar maupun lembut, buruk atau baik, apakah ia berada jauh atau dekat, semua kesadaran haruslah dililiputi oleh kebijaksanaan sempuma sebagaimana itu apa adanya: ‘Ini adalah bukan milikku, ini adalah bukan aku, ini bukan pribadiku."

"Para bhikkhu, seorang siswa yang telah diberi pelajaran oleh orang-orang suci, dengan melihat cara demikian itu, tidak menganggap bentuk-bentuk materi, tidak menganggap perasaan, tidak menganggap persepsi, tidak menganggap bentuk-bentuk pikiran, dan tidak menganggap kesadaran; dengan tidak menganggap itu, maka ia tidak bernafsu; melalui cara tidak mempunyai nafsu (maka) ia terbebaskan; di dalam kebebasan muncullah pengetahuan bahwa ia telah terbebas, dunia memahami: kelahiran dihancurkan, kelana-brahmana di bawah mendekatinya, apa yang harus dikerjakan telah dilaksanakan, tidak ada lagi kelahiran setelah kehidupan ini."

“Para bhikkhu, bhikkhu semacam itu dikatakan telah mengangkat penghalang, telah mengisi lubang besar yang menganga, telah menarik atau mencabut pasakr, telah menarik keluar baut-baut, dan ia dikatakan telah meniadi orang suci, panjipanji dikibarkan rendah-rendah, beban telah diturunkan, tanpa belenggu-belenggu."

"Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu yang telah mengangkat penghalang itu? Para bhikkhu, dalam kaitan ini, kebodoban telah diletakkan oleh bhikkhu itu, dipotong habis hingga ke akar-akarnya, dibuat seperti pohon palem yang tumpul, dibuat sedemikian sehingga pohon palem itu tidak mungkin ada pada waktu yang akan datang, tidak dapat tumbuh lagi. Para bhikkhu, begitu pula seorang bhikkhu menjadi seseorang yang telah mengangkat atau menyisihkan halangan itu."

"Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu yang telah mengisi penuh-penuh sebuah lubang besar yang menganga? Para bhikkhu, dalam kaitan ini proses menjadi (bhava), yaitu berkelana di dalam kelahiran-kelahiran berulang-ulang kali telah dapat dilenyapkan oleh bhikkhu itu, dipotong hingga keakar-akarnya, dibuat seperti pohon palem yang tumpul, dibuat sedemikian sehingga pohon palem itu tidak mungkin ada pada waktu yang akan datang, tidak dapat tumbuh lagi. Para bhikkhu, begitu pula seorang bhikkhu menjadi seorang yang telah mengisi penuh lubang besar yang menganga."

"Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu yang telah menarik keluar baut itu? Para bhikkhu, dalam hubungan ini, lima belenggu (samyojana) rendah dapat dilenyapkan oleh bhikkhu itu ... dibuat sedemikian sehingga pohon palem itu tidak mungkin ada pada waktu yang akan datang, dan tidak dapat tumbuh lagi. Para bhikkhu, begitu pula seorang bhikkhu menjadi orang yang telah menarik ke luar baut-baut itu."

"Para bhikkhu, bagaimana seorang bhikkhu dapat menjadi suci, panji-panji dikibarkan rendah-rendah, beban diturunkan, tanpa belenggu-belenggu? Para bhkkhu, dalam kaitan ini, kesombongan tentang adanya 'aku' haruslah dilenyapkan oleh bhikkhu itu, dipotong hingga ke akar-akarnya, dibuat seperti pohon palem tumpul, dibuat sedemikian hingga pohon palem itu tidak mungkin ada pada waktu yang akan datang, dan tidak dapat tumbuh lagi. Para bhikkhu, begitu pula seorang bhikkhu menjadi suci, panji-panji dikibarkan rendah, beban diturunkan, tanpa belenggu-belenggu."

"Para bhikkhu, apabila pikiran dari bhikkhu telah terbebaskan demikian, maka para deva dengan Inda, para Brahma dengan Pajapati, tidak akan berhasil dalam pencarian mereka apabila mereka berpikir: 'Ini adalah kesadaran diskriminatif yang melekat kepada Tathagata.’ Apa alasannya? Para bhikkhu, saya nyatakan di sini dan sekarang bahwa seorang Tathagata tak dapat ditelusuri."

"Para bhikkhu, walaupun saya adalah seorang yang berkata demikian, yang menunjukkan demikian, namun ada beberapa pertapa dan Brahmana yang salah mewakili diriku secara sadar tidak benar, samar-samar, palsu, tidak sesuai dengan kenyataan, dan mereka berkata: 'Petapa Gotama adalah seseorang nihilis. Beliau mengatakan untuk memotong, menghancurkan, dan tidak ada lagi kelompok kehidupan yang muncul.’ Para bhikkhu, saya tidak seperti itu. Saya seperti ini, yaitu saya tidak mengatakan hal itu, karena hal itu tidak, samar-samar, palsu, dan tidak sesuai dengan kenyataan ketika mereka berkata: 'Petapa Gotama adalah seorang nihilis, 'Petapa Gotama adalah seseorang nihilis. Ia menggariskan peraturan (ajaran) memotong, menghancurkan, dan tidak ada lagi kelompok kehidupan yang muncul.’ Para bhikkhu, saya dahulu seperti juga halnya sekarang, hanya menggariskan peraturan (ajaran) tentang adanya dukkha serta melenyapkan dukkha itu. Para bhikkhu, apabila berkenaan dengan hal ini, ada orang-orang meyumpahi, memaki, menjengkelkan Sang Tathagata; namun dalam diri Sang Tathagata tidak terdapat kejengkelan, tidak ada kesedihan, tidak ada ketidakpuasan pikiran berkenaan dengan mereka itu."

"Para bhikkhu, apabila berkenaan dengan hal ini, ada orang-orang lain memuja, menghargai, menghormat serta memuliakan Tathagata, di dalam diri Tathagata tidaklah terdapat rasa gembira, tidak terdapat rasa senang, tidak ada kegirangan dari pikiran berkenaan dengan mereka itu. Para bhikkhu, apabila berkenaan dengan ini orang-orang lain memuja, menghormat, menghargai, serta menjunjung tinggi Tathagata; berkenaan dengan mereka itu, maka Tathagata menyadari: 'Ini adalah hal-hal yang dahulu telah diketahui dengan baik, tugas-tugas seperti itu harus saya kerjakan.’ Para bhikkhu, ini merupakan alasan bahwa walaupun ada orang-orang mencaci maki, mencela dengan kasar dan menjengkelkan anda sekalian, maka seharusnya dalam diri anda tidak ada pikiran kebencian, kesedihan, ketidakpuasan terhadap mereka. Para bhikkhu, apa alasannya sekalipun orang-orang akan memuja dirimu. menghormat, menghargai, memuliakan dirimu, seharusnya di dalam dirimu tidak ada pikiran senang, gembira dan girang berkenaan dengan mereka. Para bhikkhu, apa alasannya, sekalipun ada oran-gorang akan memuja, menghormat, memandang tinggi, memuliakan dirimu, maka anda sekalian harus menyadari: “Ini adalah hal-hal yang dahulu telah diketahui dengan baik, tugas-tugas seperti itu harus saya kerjakan.”

"Para bhikkhu, mengapa (pandangan) ‘apa yang bukan milikmu,’ dilenyapkan. Dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, apa yang bukan milikmu itu? Para bhikkhu, ‘jasmani (rupa) adalah bukan milikmu’, lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, ‘perasaan (vedana) adalah bukan milikmu,’ lenyapkanlah, dengan lenyapkannya akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, ‘pencerapan (sanna) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagianmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, ‘bentuk-bentuk pikiran (sankhara) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, ‘kesadaran (vinnana) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejabteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama.

Para bhikkhu, bagaimana pendapat anda sekalian tentang hal ini? Apabila seseorang akan mengumpul, membakar atau akan berbuat sesuatu yang ia senangi dengan rumput, ranting-ranting, cabang-cabang serta daun-daun di Jetavana ini, apakah akan muncul dalam dirimu: “Orang itu akan mengumpulkan kita, akan membakar kita, ia akan berbuat apa yang ia senangi terhadap kita."

"Tidak, Bhante. Mengapa demikian? Bhante, sesungguhnya (kita) adalah bukan pribadi kita juga bukan termasuk pribadi."

"Para bhikkhu, sekalipun demikian, apa yang bukan milikmu, lenyapkanlah; dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, apa yang bukan milikmu itu? Para bhikkhu, ‘jasmani (rupa) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, perasaan (vedana) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, pencerapan (sanna) bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, bentuk-bentuk pikiran (sankhara) bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama. Para bhikkhu, kesadaran, (vinnana) adalah bukan milikmu’; lenyapkanlah, dengan melenyapkannya itu akan menyebabkan kesejahteraan serta kebahagiaanmu untuk masa yang lama."

"Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka para bhikkhu arahat yang telah melenyapkan semua kotoran bathin (asava), telah mencapai kesempurnaan, telah melaksanakan pekerjaan yang harus dilakukan, menurunkan beban, mencapai tujuan, telah menghancurkan belenggu kelahiran, memiliki pengetahuan sempurna, memiliki bathin yang bebas dari semua noda bathin (kilesa)."

"Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka para bhikkhu yang telah melenyapkan lima belenggu (samyojana) rendah, mereka semua (anagami) yang akan terlahir secara spontan (opapatika), di alam kelahiran (alam Suddhavasa) mereka itu, mereka akan mencapai nibbana di situ, dan mereka tidak akan terlahir kembali di dunia.

"Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka para bhikkhu yang telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana) dan melemahkan belenggu nafsu indera (ruparaga) dan ketidaksenangan (patigha), mereka adalah sakadagami, yang hanya kembali sekali lagi di dunia ini dan (pada kehidupan itu) mereka melenyapkan dukkha.”

“Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka para bhikkhu yang telah melenyapkan tiga belenggu (samyojana) adalah para sotapanna, yang tidak akan pernah terlahir kembali di alam menyedihkan, dan yang pasti akan mencapai penerangan sempurna (sambodhi).”

“Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka para bhikkhu yang telah berusaha melaksanakan dan meyakini dhamma mengarah pada penerangan sempurna.”

“Para bhikkhu, demikianlah Dhamma telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan. Karena dhamma telah telah saya babarkan dengan sempurna, bentangkan, jelaskan, terangkan tanpa ada yang disembunyikan, maka barangsiapa yang memiliki keyakinan dan kasih sayang kepada saya akan terlahir di surga.,

Demikian kata-kata Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.

Popular Posts