Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

016-Cetokhilasutta.

CETOKHILA SUTTA

( 16 )

Demikian telah saya dengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagava menginap di Jetavana, arama milik Anathapindika, Savatthi. Di sana Sang Bhagava menyapa para bhikkhu dengan berkata: "Para bhikkhu." "Bhante," jawab para bhikkhu.

Sang Bhagava berkata demikian: "Para bhikkhu, pada bhikkhu siapa pun di mana kelima ‘kegersangan batin’ (cetokhila) tidak disingkirkan, kelima ‘belenggu batin’ (cetaso vinibandha) tidak dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan Vinaya, keadaan seperti ini tidak akan terjadi. Kelima kegersangan batin manakah yang tidak dilenyapkan olehnya? Para bhikkhu, dalam hal ini bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap Guru (Sattha). Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap guru, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin pertama yang apabila tidak disingkirkan olehnya pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap dhamma. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap dhamma, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin kedua yang apabila tidak disingkirkan oleh pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap sangha. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap sangha, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin ketiga yang apabila tidak disingkirkan olehnya pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya, bhikkhu tersebut memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap sila. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keragu-raguan, bingung, tidak yakin, tidak pasti terhadap sila, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang. Inilah kegersangan batin keempat yang apabila tidak disingkirkan olehnya pikirannya dan tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu marah, tidak senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya memburuk dan gersang. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang marah, tidak senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya memburuk, gersang, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat, untuk berjuang. Inilah kegersangan batin kelima yang apabila tidak disingkirkan dari dirinya pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sunguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Selanjutnya, apakah kelima belenggu batin yang tidak tercabut dari akar-akarnya dalam dirinya? Para bhikkhu, dalam hal ini, seorang bhikkhu tidak bebas dari kemelekatan terhadap kesenangan indera, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta (nafsu indera), tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam, tidak bebas dari keserakahan.

Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak terbebas dari kemelekatan pada kesenangan indera, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta, tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam dan tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin yang pertama yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak terbebas dari kemeleka­tan pada badan jasmani, tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta, tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam dan tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin kedua yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu, tidak terbebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi (di luar jasmani), tidak bebas dari keinginan, tidak bebas dari cinta, tidak bebas dari kehausan, tidak bebas dari demam dan tidak bebas dari keserakahan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin ketiga yang apabila tidak dicabut hingga ke akarnya dari dalam dirinya, maka pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu setelah makan sebanyak yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan. Bhikkhu siapa pun, yang setelah makan sebanyak yang dapat ditampung perutnya, hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, gi­at dan berjuang.

Inilah belenggu batin keempat yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjalani kehidupan brahmacari (selibat) berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, berpikir: 'Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva. Bhikkhu siapa pun yang menjalani kehidupan brahmacari, berkeinginan menjadi salah satu dari beberapa tingkatan dewa, berpikir : 'Dengan kebiasaan dan adat istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan suci, saya akan menjadi sesosok dewa, atau salah satu di antara tingkatan pada dewa,’ pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin kelima yang apabila tidak dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya tidak cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kelima belenggu batin yang tidak dicabut hingga ke akar-akarnya. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun dimana kelima kegersangan batin tidak dis­ingkirkan, kelima belenggu batin tidak dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan Vinaya - keadaan seperti ini tidak akan terjadi.

Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun di mana kelima kegersangan batin dis­ingkirkan, kelima belenggu batin dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan Vinaya - hal ini akan terjadi.

Apakah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya?

Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap guru. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap guru, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kegersangan batin pertama disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap dhamma. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap dhamma, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kegersangan batin kedua disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sangha. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sangha, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kegersangan batin ketiga disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sila. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keragu-raguan, tidak bingung, yakin, pasti terhadap sila, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kegersangan batin keempat disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya tidak memburuk dan tidak gersang. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang tidak marah, senang terhadap rekan bhikkhunya, pikirannya tidak memburuk dan tidak gersang, maka pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, untuk bergiat, untuk berjuang. Inilah kegersangan batin kelima yang disingkirkan oleh pikirannya yang cenderung untuk berusaha sungguh-sunguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kelima kegersangan batin yang disingkirkan olehnya.

Apakah lima belenggu batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya olehnya?

Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan. Bhikkhu apapun yang terbe­bas dari kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, gi­at dan berjuang.

Inilah belenggu batin pertama yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sung­guh-sungguh, melaksanakan terus- menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada badan jasmani, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan. Bhikkhu siapa pun yang terbe­bas dari kesenangan indera, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, gi­at dan berjuang.

Inilah belenggu batin kedua yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sung­guh-sungguh, melaksanakan terus- menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu bebas dari kemelekatan pada bentuk-bentuk materi (di luar jasmani), bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan. Bhikkhu siapa pun yang terbe­bas dari bentuk-bentuk materi, bebas dari keinginan, bebas dari cinta, bebas dari kehausan, bebas dari demam dan bebas dari keserakahan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, gi­at dan berjuang.

Inilah belenggu batin ketiga yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung berusaha sung­guh-sungguh, melaksanakan terus- menerus, giat dan berjuang.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan kenikmatan bermalas-malasan. Bhikk­hu siapa pun, yang tidak makan sebanyak perutnya dapat menampung, tidak hidup dalam kenikmatan tidur di ranjang, berbaring dan bermalas-malasan, pikirannya cenderung berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin keempat yang apabila dicabut hingga ke akar-akar­nya dari dalam dirinya pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

……………………………

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjalani kehidupan brahmacari (selibat) berkeinginan untuk menjadi salah satu dari beberapa tingkatan deva, berpikir: 'Dengan kebiasaan dan adat-istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan brahmacari, saya akan menjadi sesosok deva atau salah satu di antara tingkatan para deva. Bhikkhu siapa pun yang tidak menjalani kehidupan brahmacari, berkeinginan menjadi salah satu dari beberapa tingkatan dewa, berpikir : 'Dengan kebiasaan dan adat istiadat moral, bertapa atau melaksanakan kehidupan suci, saya akan menjadi sesosok dewa, atau salah satu di antara tingkatan pada dewa,’ pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah belenggu batin kelima yang apabila dicabut hingga ke akar-akarnya dari dalam dirinya pikirannya cenderung untuk berusaha sungguh-sungguh, melaksanakan terus-menerus, giat dan berjuang.

Inilah kelima belenggu batin yang dicabut hingga ke akar-akarnya. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun dimana kelima kegersangan batin disingkirkan, kelima belenggu batin dicabut hingga ke akar-akarnya, maka ia akan bertumbuh, berkembang, matang dalam dhamma dan Vinaya - keadaan seperti ini akan terjadi.

Ia mengembangkan dasar kekuatan batin (iddhipada) yang dihasilkan meditasi-keinginan (chanda-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan (padhanasankhara); ia mengembangkan dasar kekuatan batin yang dihasilkan meditasi-semangat (viriya-samadhi) yang disertai usaha-usaha perjuangan; ia mengembangkan dasar kekuatan batin yang dihasilkan oleh meditasi-kesadaran (citta-samadhi) yang disetai usaha-usaha perjuangan; ia mengembangkan dasar dari kekuatan batin yang didihasilkan meditasi-penyelidikan (vimamsa-samadhi) yang disertai dengan usaha-usaha perjuangan sebagai yang keempat.

Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu memiliki lima belas faktor terma­suk semangat [104] ia akan menjadi seseorang yang berhasil menembus (abhinibbhidaya), ia menjadi seorang yang sadar (sambhodhaya), ia menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya (anuttarassa yogakkhemassa) dari belenggu-belenggu tersebut.5

Para bhikkhu, sebagaimana jika ada delapan, sepuluh atau selusin telur ayam yang diduduki dengan baik, dierami dengan baik, ditetaskan dengan baik oleh induknya; harapan seperti ini tidak akan timbul pada ayam betina terse­but: 'Semoga anak-anak ayamku, setelah menembus kulit telur dengan ujung cakar pada kaki mereka atau dengan paruh mereka, keluar dengan selamat,' karena anak-anak ayam ini merupakan hewan yang dapat keluar dengan selamat setelah menembus kulit telur dengan ujung dari cakar pada kaki mereka atau dengan paruh mereka. Para bhikkhu, demikian pula seorang bhikkhu yang memiliki lima belas faktor termasuk semangat menjadi seseorang yang berhasil menembus, ia menjadi seorang yang sadar, ia menjadi seorang pemenang kedamaian tiada taranya dari belenggu-belenggu tersebut.”

Demikianlah apa yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu dengan senang dan gembira dengan apa yang diuraikan Sang Bhagava.

Popular Posts