Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

015-Anumanasutta.

ANUMANA SUTTA

( 15 )

Demikian telah saya dengar :

Pada suatu ketika Bhikkhu Mahamoggallana menginap di Sumsumaragira, hutan Bhesakala di Taman Rusa, di daerah suku Bhagga. Kemudian Bhikkhu Mahamoggallana menyapa para bhikkhu, dengan berkata : "Para bhikkhu."

"Ya, bhante” jawab para bhikkhu tersebut kepada Bhikkhu Mahamoggallana.

Kemudian Bhikkhu Mahamoggallana berkata sebagai berikut:

"Para bhikkhu, andaikata seorang bhikkhu mempersilahkan dengan berkata : 'Para bhikkhu, silahkan menegurku, saya patut diberitahu oleh para bhikkhu,' tetapi apabila ia merupakan seseorang yang sulit diajak bicara, disertai sifat-sifat yang membuatnya sulit diajak bicara, sukar diatur, tidak mampu menerima petunjuk, maka rekan-rekan peta­panya akan menilai bahwa ia tidak sesuai untuk diajak bicara dan bahwa ia tidak sesuai untuk diberi petunjuk-petunjuk dan orang tersebut tidak patut diberi kepercayaan.”

Para bhikkhu, apakah sifat-sifat yang membuatnya sukar diajak bicara? Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan-keinginan jahat. Para bhikkhu, bhikkhu siapa pun yang memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan-kein­ginan jahat, inilah sifat-sifat yang membuatnya sukar diajak bicara. Para bhikkhu, kemudian seorang bhikkhu memuji-muji dirinya sendiri dan merendahkan yang lainnya. Bhikkhu siapa pun yang memuji-muji dirinya sendiri dan merendahkan yang lainnya, inipun merupakan sifat-sifat yang membuatnya sukar diajak bicara. Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu sangat marah, dikuasai kemarahan, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sukar diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjadi sangat marah dan karena kemarahannya ia menjadi seseorang yang mencari-cari kesa­lahan orang lain.5 Bhikkhu siapa pun yang sangat marah dan karena kema­rahannya mencari-cari kesalahan pada diri orang lain, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sukar diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjadi sangat marah dan karena kemarahannya ia melakukan penyerangan. Bhikkhu siapa pun yang sangat marah dan karena kemarahannya melakukan penyerangan, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sukar diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu menjadi sangat marah dan karena kemarahannya mengeluarkan kata-kata kemarahan. Bhikkhu siapa pun yang sangat marah dan karena kemarahannya mengeluarkan kata-kata kemarahan, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, yang ditegur, mengu­capkan kata-kata celaan tanpa dipikir terlebih dahulu terhadap orang yang menegur. Bhikkhu siapa pun yang setelah ditegur, mengucapkan kata-kata celaan tanpa dipikir terlebih dahulu terhadap orang yang menegur, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu yang ditegur, meren­dahkan orang yang menegurnya karena ditegur. Bhikkhu apapun yang setelah ditegur merendahkan orang yang menegurnya karena ditegur, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu yang ditegur, berbalik menegur orang yang menegurnya karena ditegur itu. Bhikkhu siapa pun yang setelah ditegur, berbalik menegur orang yang menegurnya karena ditegur demikian, ini pun merupakan sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu yang ditegur, menutu­pi pertanyaan dengan menanyakan orang yang menegurnya pertanyaan lain, menjawab yang tidak sesuai dengan permasalahan, dan menunjuk­kan sikap tidak bersahabat dan itikad jahat dan kedongkolan. Para bhikkhu, siapa pun yang setelah ditegur, menutupi pertanyaan dengan menanyakan orang yang menegurnya pertanyaan lain, memberi jawaban yang menyimpang dari permasalahan, dan menunjukkan sikap tidak bersahabat dan itikad jahat dan kedongkolan, inipun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu yang ditegur, tidak berhasil menjelaskan tindakan-tindakannya kepada orang menegurnya. Bhikkhu siapa pun yang setelah ditegur tidak berhasil menjelaskan tinda­kan-tindakannya kepada orang yang menegurnya, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu kasar, dan pendengki. Bhikkhu siapa pun yang setelah ditegur tidak berhasil menjelaskan tinda­kan-tindakannya kepada orang yang menegurnya, ini pun merupakan sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu pengiri dan penggerutu. Bhikkhu siapa pun yang setelah ditegur tidak berhasil menjelaskan tinda­kan-tindakannya kepada orang yang menegurnya, ini pun merupakan sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu curang dan menipu. Bhikkhu siapa pun yang curang dan menipu, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu keras kepala dan som­bong. Bhikkhu siapa pun yang keras kepala dan sombong, inipun merupakan sifat yang membuatnya sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, mengejar keduniawi­an, menggenggamnya erat-erat, tidak mudah melepaskannya. Bhikkhu siapa pun yang mengejar keduniawian, menggenggamnya erat-erat, tidak mudah melepaskannya, ini pun merupakan sifat yang membuatnya sulit diajak bicara. Para bhikkhu, inilah yang disebut sifat-sifat yang mem­buat (seorang bhikkhu) sulit diajak bicara.

Para bhikkhu, namun apabila seorang bhikkhu mempersilahkan dengan berkata: 'Para bhikkhu, mohon menegur saya, saya patut diberi petunjuk oleh para bhikkhu dan apabila ia seseorang yang mudah diajak bicara, penuh dengan sifat yang membuatnya mudah diajak bicara, penurut, mampu menerima petunjuk, maka rekan bhikkhunya akan menilai bahwa ia harus diajak bicara dan bahwa ia patut diberi petunjuk dan bahwa kepercayaan seharusnya diberikan kepada orang ini.’

Para bhikkhu, apakah sifat-sifat yang membuatnya mudah diajak bicara? Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu tidak memi­liki keinginan jahat ataupun di bawah pengaruh keinginan jahat. Bhikkhu siapa pun yang tidak memiliki keinginan jahat ataupun di bawah pengaruh keinginan jahat, inilah sifat-sifat yang membuatnya mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak mengangkat dirinya sendiri maupun merendahkan yang lain ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjadi sangat marah, dikuasai kemarahan yang sangat besar ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjadi sangat marah dan mencari-cari kesalahan orang lain karena kemarahannya ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjadi sangat marah sehingga melakukan penyerangan ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjadi sangat marah dan karena kemarahannya mengucapkan kata-kata kemarahan. Bhikkhu siapa pun yang tidak menjadi sangat marah dan karena kemara­hannya mengucapkan kata-kata kemarahan, ini pun merupakan sifat yang membuatnya mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, yang dicela, tidak membalas mencela terhadap orang yang mencelanya ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu yang dicela, tidak merendahkan orang yang mencelanya karena celaan itu ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, yang dicela, tidak berbalik mencela orang yang mencelanya karena celaan itu ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, yang dicela, tidak menutupi pertanyaan dengan menanyakan pertanyaan lain kepada orang yang mencelanya, tidak menjawab menyimpang dari masalahnya, tidak menunjukkan sikap tidak bersahabat dan itikad jahat dan kedongkolan. Bhikkhu siapa pun yang setelah dicela tidak menutupi pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan lain kepada orang yang mencelanya, tidak menjawab dengan menyimpang dari masalah, tidak menunjukkan sikap tidak bersahabat, itikad jahat dan kedongkolan, inipun merupakan sifat yang membuatnya mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu, setelah dicela, berha­sil menjelaskan tindakan-tindakannya kepada orang yang mencelanya ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak menjadi kasar, tidak dengki ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya, para bhikkhu, seorang bhikkhu tidak iri, tidak sakit hati ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu bukan merupakan orang yang penuh tipu-muslihat, tidak suka menipu ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak keras kepala, tidak sombong ... mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, selanjutnya seorang bhikkhu tidak mengejar kedu­niawian yang bersifat sementara, tidak menggenggamnya erat-erat, mudah melepaskannya. Bhikkhu siapa pun yang tidak mengejar keduniawi­an yang bersifat sementara, tidak menggenggamnya erat-erat, mudah melepaskannya, ini pun merupakan suatu sifat yang membuatnya mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, inilah yang disebut sifat-sifat yang membuat (seo­rang bhikkhu) mudah diajak bicara.

Para bhikkhu, dalam hal ini pribadi haruslah diukur terhadap pribadi oleh seorang bhikkhu demikian : 'Orang yang memiliki keinginan jahat dan di bawah pengaruh keinginan jahat, orang seperti itu tidak menyenangkan dan tidak dapat diterima olehku; demikian pula apabila saya memiliki keinginan jahat dan di bawah pengaruh keinginan jahat, saya akan tidak menyenangkan dan tidak dapat diterima oleh orang lain.' Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu mengetahui hal ini, ia harus menetapkan pikirannya demikian : 'Saya tidak mau mempunyai keingi­nan jahat maupun di bawah pengaruh pikiran jahat.' Orang yang menga­gungkan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain tidak menyenang­kan dan tidak dapat diterima olehku; demikian pula apabila saya menga­gungkan diri saya sendiri dan merendahkan orang lain, saya akan menja­di tidak menyenangkan dan tidak dapat diterima oleh orang lain.' Para bhikkhu, apabi­la seorang bhikkhu mengetahui hal ini, ia harus menetapkan pikirannya dan berpikir: 'Saya tidak akan menjadi orang yang menga­gungkan diri sendiri dan merendahkan orang lain.'

Siapa pun yang menjadi sangat marah, dikuasai kemarahan ... saya tidak akan menjadi seseorang yang sangat marah maupun dikuasai kemarahan.'

Siapa pun yang menjadi sangat marah dan karena kemarahannya mencari-cari kesalahan orang lain ... saya tidak akan menjadi orang yang sangat marah maupun orang yang mencari-cari kesalahan pada orang lain karena kemarahan.'

Siapa pun yang menjadi sangat marah dan karena kemarahannya melakukan penyerangan ... saya tidak akan menjadi sangat marah maupun seseorang yang melakukan penyerangan karena kemarahan itu.'

Siapa pun yang menjadi sangat marah dan karena kemarahannya mengucapkan kata-kata kemarahan ... saya tidak akan menjadi sangat marah maupun seorang yang mengucapkan kata-kata kemarahan karena kemarahan itu.'

Siapa pun, yang dicela, membalas tanpa dipikir celaan terhadap orang yang mencela itu ... Saya, apabila dicela, tidak akan memba­las tanpa dipikir celaan terhadap orang yang mencela itu.'

Siapa pun, yang dicela, merendahkan orang yang mencela karena celaan tersebut ... Saya, apabila dicela, tidak akan merendahkan orang yang mencela karena celaan tersebut.' '

Siapa pun, yang dicela, membalikkannya pada orang yang mence­la atas celaan tersebut ... Saya, apabila dicela, tidak akan membalikkan­nya pada orang yang mencela atas celaan tersebut.'

Siapa pun, yang dicela, menutupi pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan lainnya kepada orang yang mencela, memberikan jawaban yang menyimpang dari permasalahan, dan menunjukkan air muka marah, itikad jahat dan kejengkelan ... Saya, apabila dicela, tidak akan menutupi pertanyaan dengan menanyakan pertanyaan lain kepada orang yang mencela, saya tidak akan memberikan jawaban yang menyimpang dari permasalahan, saya tidak akan menunjukkan air muka marah, itikad jahat dan kejengkelan. '

Siapa pun, yang dicela, tidak berhasil memberikan penjelasan mengenai tindakannya kepada orang yang mencela ... saya akan mem­berikan penjelasan mengenai tindakanku kepada orang yang mencela.'

Siapa pun yang kasar dan dengki ... saya tidak akan menjadi kasar dan dengki ...'

Siapa pun, yang iri dan menggerutu ... saya tidak akan iri dan menggerutu.'

Siapa pun yang curang dan menipu ... saya tidak akan curang dan menipu.'

Siapa pun yang keras kepala dan sombong ... saya tidak akan keras kepala dan sombong.'

Siapa pun yang mengejar keduniawian, memegangnya erat-erat, tidak membiarkannya lepas, orang semacam itu tidak menyenangkan dan tidak dapat kusetujui; dan demikian pula halnya, apabila saya mengejar keduniawian, memegangnya erat-erat, tidak membiarkannya lepas, saya akan tidak menyenangkan dan tidak disetujui oleh orang lain. Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu mengetahui hal ini, ia harus menetapkan pikirannya dan berpikir: 'Saya tidak akan menjadi seseorang yang mengejar keduniawian, tidak memegangnya erat-erat, melepaskan­nya dengan mudah.'

Para bhikkhu, dalam hal ini pribadi haruslah diukur terhadap pribadi oleh seorang bhikkhu demikian: 'Sekarang, apakah saya memiliki keinginan jahat, di bawah pengaruh keinginan jahat?' Para bhikkhu, apabila sewaktu bhikkhu tersebut merenungkan, ia menyadari demikian: 'Saya memiliki keinginan jahat, di bawah pengaruh keinginan jahat,' maka, para bhikkhu, bhikkhu tersebut harus berjuang untuk menyingkir­kan keadaan-keadaan jahat yang tidak terlatih tersebut. Para bhikkhu, tetapi apabila bhikkhu tersebut, sewaktu merenungkan, mengetahui demikian: 'Saya tidak memiliki keinginan jahat, tidak di bawah pengaruh keinginan jahat,' maka, dengan kegiuran dan kegembiraan, hal-hal itu (negatif) harus ditinggalkan oleh bhikkhu tersebut, berlatih siang dan malam dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya pribadi haruslah diukur terhadap priba­di oleh seorang bhikkhu demikian : 'Sekarang, apakah saya mengagung­kan diri sendiri, merendahkan yang lainnya?' 'Para bhikkhu, apabila bhikkhu tersebut, sewaktu merenungkan, mengetahui bahwa ... bhikkhu tersebut harus berjuang untuk menyingkirkan keadaan-keadaan jahat yang tidak terlatih tersebut. Tetapi apabila, para bhante, ... [99] bhikkhu tersebut, sewaktu merenungkan, mengetahui demikian : 'Saya bukan orang yang mengagungkan diri sendiri, merendahkan yang lain' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya seorang yang penuh kemarahan, dikuasai kemarahan?'... 'Saya bukan seseorang yang penuh kemarahan, dikuasai oleh kemarahan' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terla­tih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya merupakan seseorang yang penuh kemarahan dan mencari-cari kesalahan orang lain karena kemarahan tersebut' ... 'Saya bukan seseorang yang penuh kemarahan dan mencari-cari kesalahan orang lain karena kemarahan itu' ... dalam keadaan-keadaan yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya merupakan seseorang yang penuh kemarahan dan melakukan penyerangan karena kemarahan tersebut?' ... 'Saya bukan merupakan seseorang yang penuh kemarahan dan melaku­kan penyerangan karena kemarahan tersebut' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya merupakan seseorang yang penuh kemarahan dan karenanya mengucapkan kata-kata penuh kemarahan?' ... 'Saya bukanlah seseorang yang penuh kemarahan dan karena kemara­hanku mengucapkan kata-kata kemarahan' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya seseorang yang setelah dicela membalas celaan terhadap orang yang mencelaku? ... 'Apabila dicela, saya tidak membalas celaan orang yang mencela tersebut' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya, setelah dicela, merendahkan orang yang mencela karena celaan tersebut?' ... 'Apabila dicela, saya tidak merendahkan orang yang mencela karena celaannya.' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya, apabila dicela, berbalik menyerang yang mencela karena celaannya?' ... 'Apabila dicela, saya tidak berbalik menyerang orang yang mencela karena celaannya' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya, apabila dicela, menutupi perta­nyaan dengan menanyakan pertanyaan lainnya kepada orang yang mence­la, apakah saya memberi jawaban yang menyimpang dari permasalahan, apakah saya menunjukkan air muka marah, itikad jahat dan kejengkelan? ... 'Apabila dicela, saya tidak menutupi pertanyaan dengan mengajukan pertanyaan lainnya kepada orang yang mencela, saya tidak berbicara yang menyimpang dari permasalahan, saya tidak menunjukkan air muka marah dan kejengkelan' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya, setelah dicela berhasil menjelaskan tindakanku pada orang yang mencela? ... 'Apabila dicela, saya sanggup menjelaskan tindakanku kepada orang yang mencela' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya kasar dan pendendam?' ... 'Saya tidak kasar maupun pendendam' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terla­tih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya pengiri dan penggerutu?' ... 'Saya bukan pengiri maupun penggerutu' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya penghianat dan penipu?' ... 'Saya bukan penghianat maupun penipu' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya ... 'Apakah saya keras kepala dan sombong?' ... 'Saya tidak keras kepala maupun sombong' ... dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, selanjutnya pribadi haruslah diukur terhadap priba­di demikian oleh seorang bhikkhu: 'Apakah saya, mengejar keduniawian, memegangnya erat-erat, tidak mudah melepaskannya?' Para bhikkhu, apabila bhikkhu tersebut, sewaktu merenungkan mengetahui bahwa: 'Saya seseorang yang mengejar keduniawian, memegangnya erat-erat, tidak mudah melepaskannya,' maka, para bhikkhu, bhikkhu tersebut haruslah berjuang menyingkirkan keadaan-keadaan bathin jahat yang tidak terlatih. Tetapi apabila, para bhante, bhikkhu tersebut, sewaktu merenungkan, mengetahui demikian : 'Saya bukanlah seseorang yang mengejar keduniawian, tidak memegangnya erat-erat, mudah melepas­kannya,' maka, para bhikkhu, dengan kegiuran dan kegembiraan, hal-hal (negatif) tersebut haruslah ditinggalkan oleh bhikkhu tersebut, berlatih siang dan malam dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, apabila sewaktu merenungkan, seorang bhikkhu melihat bahwa semua keadaan bathin yang jahat dan tidak terla­tih ini belum disingkirkan dari dalam dirinya, maka, para bhikkhu, bhikk­hu tersebut harus berjuang untuk menyingkirkan semua keadaan bathin yang jahat dan tidak terlatih tersebut. Tetapi apabila, para bhikkhu, sewaktu merenungkan, seorang bhikkhu melihat bahwa semua keadaan bathin yang jahat dan tidak terlatih tersebut telah tersingkirkan dari dalam dirinya, maka, para bhikkhu, dengan kegiuran dan kegembiraan, hal-hal (negatif) tersebut haruslah ditinggalkan pleh bhikkhu tersebut, berlatih siang dan malam dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih.

Para bhikkhu, bagaikan seorang wanita atau seorang pria, yang masih muda, dalam masa-masa awal kehidupannya dan menyenangi perhiasan-perhiasan, yang mengamati bayangannya sendiri dalam sebuah cermin yang jernih, murni, atau dalam semangkuk air. Apabila ia meli­hat debu atau noda di sana, ia berusaha menyingkirkan debu atau noda tersebut. Tetapi apabila ia tidak melihat debu atau noda di sana, ia merasa senang karenanya dan berpikir: 'Sesungguhnya, ini baik untukku, sesungguhnya saya sangat bersih.' Demikian pula, para bhikkhu, apabila seorang bhikhu, sewaktu merenungkan, melihat bahwa semua keadaan bahtin yang jahat dan tidak terlatih dalam diri belum disingkir­kan, maka, para bhikkhu, ia berjuang untuk menyingkirkan semua kejaha­tan, keadaan-keadaan bathin yang tidak terlatih.

Para bhikkhu, apabila seorang bhikkhu, sewaktu mere­nungkan, melihat bahwa semua keadaan-keadaan bathin yang jahat dan tidak terlatih dalam diri telah disingkirkan, maka, para bhikkhu, dengan kegiuran dan kegembiraan semua hal (negatif) harus bhikkhu tersebut tinggalkan, dengan berlatih siang dan malam dalam keadaan-keadaan bathin yang terlatih."

Demikianlah apa yang diuraikan Bhikkhu Mahamoggallana. Para bhikkhu tersebut senang dan gembira degan apa yang diuraikan oleh Bhikkhu Mahamoggallana.

Popular Posts