Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

007-Vatthupamasutta.

VATTHUPAMA SUTTA

(7)

Demikian yang telah saya dengar:

"Pada suatu ketika Sang Bhagava menginap di Jetavana, arama milik Anathapindika, Savatthi. Beliau berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikkhu."

Mereka menjawab: "Ya, Bhante."

Selanjutnya Sang Bhagava berkata: "Para bhikkhu, andaikata ada sepotong kain kotor dan bernoda, dan seorang pencelup merendamnya di dalam celupan atau lainnya, yang berwama biru, kuning, merah atau dadu, akan tetap jelek dan warnanya tak cemerlang. Mengapa demikian? Karena kain itu tidak bersih, demikian pula apabila batin kotor, maka masa depan tak menyenangkan yang mungkin terjadi.

Para bhikkhu, andaikata sepotong kain bersih dan terang, lalu seorang pencelup merendamnya di dalam bahan celupan atau lainnya, apakah biru, kuning, merah atau dadu, maka akan tampak indah dan terang warnanya. Mengapa demikian? Karena kain itu bersih, demikian pula apabila batin tidak kotor, maka masa depan menyenangkan yang mungkin tedadi. 'Apakah ketidaksempurnaan yang mengotori batin itu? Ketamakan dan keserakahan adalah ketidaksempurnaan yang mengotori batin. Keinginan jahat ... Kemarahan .... Kekikiran .... Penipuan .... Kecurangan …. Keras kepala .... Praduga .... Keangkuhan .... Kesombongan …. Kelalaian adalah ketidaksempurnaan yang mengotori batin.

Apabila seorang bhikkhu mengetahui bahwa ketamakan dan keserakahan adalah suatu ketidaksempurnaan yang mengotori batin, ia akan meninggalkan semua itu.'

'Setelah seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan jahat ... kelalaian adalah ketidaksempumaan yang mengotori batin, maka ia akan meninggalkan semua itu.'

'Segera setelah hal itu diketahui dengan pandangan terang bahwa ketamakan dan keserakahan adalah suatu ketidak-sempurnaan yang mengotori batin, sifat itu terkikis dalam batinnya. Segera setelah hal itu diketahui dengan pandangan terang bahwa keinginan jahat ... kelalaian adalah ketidaksempumaan yang mengotori batin, semua itu terkikis di dalam batinnya.

'Dengan demikian, ia memiliki keyakinan sempurna terhadap Buddha, sebagai berikut: "Sang Bhagava adalah Arahat, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tindak-tanduknya, luhur, pengenal segenap alam, pemimpim manusia tanpa banding, guru para dewa dan manusia, yang mencapai penerangan sempuma, Buddha." 'Juga, ia memiliki keyakinan sempurna terhadap Dhamma, sebagai berikut: "Dhamma Sang Bhagava telah dibabarkan dengan baik; berada sangat dekat, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan; menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing."

'Selanjutnya, ia memiliki keyakinan sempurna terhadap Sangha, sebagai berikut: "Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak baik, Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak lurus, Sangha siswa Sang Bhagava telah bertindak patut; mereka adalah empat pasang makhluk yang terdiri dari delapan jenis makhluk suci. Itulah siswa Sang Bhagava yang patut menerima pemberian, tempat bernaung, persembahan dan penghormatan; tempat untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam semesta."

Apapun (dari ketidaksempurnaan itu) yang telah, sesuai dengan batasannya (diatur oleh tiga tingkat kesucian pertama yang telah dicapainya), diatasi, dihentikan (selamanya), dibiarkan, ditinggalkan dan dilepaskan.

'Ia (merenung) demikian: "Saya memiliki keyakinan sempurna terhadap Buddha" dan ia memperoleh pengalaman berarti, ia memperoleh pengalaman Dhamma, oleh karenanya ia menemukan kesenangan berkenaan dengan Dhamma. Karena kesenangan ini maka ia diliputi kegiuran, dengan adanya kegiuran maka tubuhnya menjadi tenang, ketika tubuhnya tenang ia merasa bahagia, karena kebahagiaan itu, batinnya menjadi terkonsentrasi.’

'Ia (merenung) demikian: "Saya memiliki keyakinan sempurna terhadap Dhamma" dan ia memperoleh pengalaman berarti, ia memperoleh pengalaman Dhamma, oleh karenanya ia menemukan kesenangan berkenaan dengan Dhamma. Karena kesenangan ini maka ia diliputi kegiuran, dengan adanya kegiuran maka tubuhnya menjadi tenang, ketika tubuhnya menjadi tenang ia merasa bahagia, karena kebahagiaan itu, batinnya terkonsentrasi.’

'Ia (merenung) demikian: "Saya memiliki keyakinan sempurna terhadap Sangha" dan ia memperoleh pengamalan berarti, ia memperoleh pengalaman Dhamma, oleh karenanya ia menemukan kesenangan yang berkenaan dengan Dhamma. Karena kesenangan ini maka ia diliputi kegiuran, dengan adanya kegiuran maka tubuhnya menjadi tenang, ketika tubuhnya menjadi tenang ia merasa bahagia, karena kebahagiaan itu, batinnya terkonsentrasi.’

'Ia (merenung) demikian: "Apapun yang dimiliki, sesuai batasannya, telah diatasi, dihentikan, dibiarkan, ditinggalkan dan dilepaskan, maka ia memperoleh pengalaman berarti, ia memperoleh pengalaman Dhamma, oleh karenanya ia menemukan kesenangan yang berkenaan dengan Dhamma. Karena kesenangan ini maka ia diliputi kegiuran .... batinnya terkonsentrasi.

'Jika seorang bhikkhu memiliki sila, dhamma dan panna seperti itu, makan makanan pindapatta yang terdiri dari nasi dan kacang-kacangan hitam yang dicampur dengan saus dan kari, ia tidak merasa terganggu makan makanan seperti itu.

Bagaikan kain yang kotor dan bemoda menjadi bersih dan cerah dengan bantuan air yang jernih, atau seperti emas mepjadi murni dan berkilau dengan bantuan tungku perapian, demikian pula bagi seorang bhikkhu dengan sila, dhamma dan panna seperti itu, makan makanan pindapatta yang terdiri dari nasi dan kacang-kacangan hitam yang dicampur dengan saus dan kari, ia tidak merasa terganggu makan makanan seperti itu.

Ia hidup dengan batin yang diliputi dengan cinta kasih yang dipancarkan ke arah yang pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat; juga ke atas, ke bawah, ke sekeliling dan segala penjuru dan kepada semua makhluk seperti kepada dirinya sendiri; ia hidup dengan batinnya yang diliputi cinta kasih, murni, tak terukur, tanpa keserakahan atau keinginan jahat, yang memancar ke segenap penjuru dunia.

Ia hidup dengan batin yang diliputi dengan kasih sayang yang dipancarkan ke arah yang pertama ... ke segenap penjuru dunia.

Ia hidup dengan batin yang diliputi dengan empati yang dipancarkan ke arah yang pertama, ... ke segenap penjuru dunia.

Ia hidup dengan batin diliputi dengan keseimbangan batin yang dipancarkannya ke arah yang pertama ... kesegenap penjuru dunia. (Berdasarkan hal itu) ia mengerti tentang: "Terdapat (Brahma vihāra) ini, terdapat (kekotoran-kekotoran batin vang telah ditinggalkan) yang lebih rendah, terdapat (tujuan dari Jalan Arahat yang telah dicapai) yang lebih tinggi, terdapat pembebasan (yaitu Nibbāna) dari (semua) pencerapan (sañña)."

'Ketika ia mengetahui dan melihat cara tersebut, batinnya terbebas dari ikatan nafsu indera, terbebas dari ikatan yang mengikat makhluk dan terbebas dari ikatan kebodohan. Ketika telah terbebas, terdapat pengetahuan: "Ini terbebas." la mengerti: "Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci (brahmanacari) telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilaksanakan, tak ada lagi yang melebihi hal ini." Bhikkhu, inilah yang disebut: "Dimandikan dengan mandi di dalam (sinato antarena sinanenati)."’

Ketika itu, brahmana Sundarika Bharadvaja duduk tak jauh dari Sang Bhagava. Kemudian Ia berkata kepada Sang Bhagava: "Namun, apakah petapa Gotama pergi ke sungai Bahuka untuk mandi?"

"Brahmana, mengapa ke sungai Bahuka? Apakah yang dapat dilakukan oleh sungai Bahuka?"'

"Petapa Gotama, sungai Bahuka dimanfaatkan oleh banyak orang karena sungai itu memberikan kebebasan dan jasa (puñña). Banyak orang memanfaatkan sungai Bahuka karena sungai itu dapat mencuci semua karma buruk yang telah kita buat."

Kemudian, Sang Bhagava berkata kepada brahmana Sundarika Bharadvaja, dalam syair:

Bahuka dan Andhikka

Gaya dan Sundarika, juga Pavaga dan Sarassati

Dan aliran sungai Bahumati

Tak akan pernah mencuci kamma hitam menjadi putih.

Apakah arti yang dapat diberikan Sundarika?

Apakah juga Payaga? Apakah Bahuka?

Mereka tak dapat menyucikan seorang pelaku kejahatan,

Seorang yang telah berbuat kejam dan brutal.

Seorang dengan batin murni, mempunyai lebih dari

Pesta musim semi, Hari Suci;

Seorang yang murni dalam perbuatan,

Yang murni dalam batin,

Memiliki setiap kesempurnaan moral.

Di sinilah brahmana, kamu layak

Datang untuk dimandikan,

Untuk membuat dirimu sebagai sarana

Perlindungan yang benar bagi semua makhluk.

Apabila ucapanmu tak ada yang tak benar,

Tak ada perbuatan yang menyakiti makhluk hidup,

Juga tak mengambil sesuatau yang tak diberikan,

Dengan keyakinan dan tanpa kejahatan,

Apakah yang akan kamu lakukan dengan pergi ke Gaya?

Andaikan Gaya itu baik.

Setelah hal ini dikatakan, brahmana Sundarika Bharadvaja berkata: "Menakjubkan, Gotama! Menakjubkan, Gotama! Dhamma telah dijelaskan dengan berbagal cara oleb Gotama, seakan-akan Beliau menegakkan sesuatu yang telah roboh, menyibak yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada yang tersesat, menyalakan lampu dalam kegelapan bagi seseorang agar dapat melihat."

"Saya berlindung kepada Gotama, Dhamma dan kepada Sangha. Saya ingin di-pabbajja (meninggalkan kehidupan berumah tangga) di bawah (bimbingan) Gotama, Saya ingin di-upasampada (menjadi bhikkhu). Brahmana Sundarika Bharadvaja di-pabbajja dan selanjutnya di-upasampada di bawah bimbingan Sang Bhagava. Tak lama setelah ia di-upasampada, ia hidup menyendiri di tempat yang sepi, rajin, bersemangat dan penuh pengendalian diri. Bhikkhu Bharadvaja dengan kemampuan sendiri merealisasikan abhinna (kemampauan batin) pada kehidupan sekarang ini, ia mencapai tujuan tertinggi dari kehidupan suci, yang merupakan tujuan bagi orang-orang yang hidup pabbajja. Ia memiliki pengetahuan langsung tentang: 'Kelahiran telah berakhir, brahmanacari (kehidupan suci) telah dijalani, apa yang harus dikerjakan telah dilaksanakan, tidak ada yang melebihi hal ini lagi. Bhikkhu Bharadvaja menjadi salah seorang di antara para arahat.

Popular Posts