Skip to main content

Featured

034-Culagopalaka Sutta.

CULAGOPALAKA SUTTA Pendahuluan Seperti sutta 33, Sutta ini juga memperkenalkan kiasan mengenai penggem­bala cakap/mampu/tangkap dan tidak cakap tetapi mereka ini dipakai pada per­soalan subyek yang berbeda. Seorang penggembala (sapi) yang tidak cakap di­bandingkan dengan guru-guru agama yang tidak trampil di dalam dunia ini (karena mereka tidak tahu mengajar orang-orang hidup dengan penuh kedamaian, begitu juga guru lainnya karena mereka memilik kebahagiaan sendiri); dunia yang akan datang ( tidak mengetahui tindakan apa yang dianjurkan untuk mencapai kelah­iran kembali yang baik, atau memegang pandangan penghancur lainnya yang menya­takan tidak ada kehidupan berikutnya); yang menjadi milik Mara (seluruh dunia diliputi oleh keinginan dan hawa nafsu, sekalipun surga rasa keinginan atau buah atas dari keinginan itu menjadi milik Mara); apa saja yang bukan milik Mara (adalah dunia yang berupa atau tanpa rupa yang berada diluar jangkauan Mara; dasar mereka bukan keing

001-Mulapariyayasutta.

MULAPARIYAYA SUTTA

Sutta 1

1. Demikianlah yang saya dengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagava berada di bawah pohon Sala-raja, di hutan Subhaga, Ukkhattha. Di tempat itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: "Para bhikku."

"Bhante," jawab para bhikkhu.

Sang Bhagava berkata: "Para bhikkhu, saya akan mengajarkan dasar metode (mulapariyaya) semua dhamma, dengarkan, perhatikan dengan seksama, saya akan bicara."

"Ya, bhante," jawab para bhikkhu menyetujuinya.

2. Sang Bhagava berkata: "Para bhikkhu, dalam hal orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para Ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun mengetahui (sanjanati) 'pathavi' (padat) sebagai pathavi. Ia mengetahui pathavi sebagai pathavi, ia berpikir tentang pathavi; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia memikirkan (dirinya) sebagai pathavi; ia berpikir bahwa 'pathavi milikku', ia gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'apo' (cairan) sebagai apo, setelah mengetahui apo sebagai apo, ia berpikir tentang apo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia memikirkan (dirinya) sebagai apo; ia berpikir 'apo milikku', ia gembira dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'tejo' (panas) sebagai tejo, setelah mengetahui tejo sebagai tejo, ia berpikir tentang tejo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan tejo; ia memikirkan (dirinya) sebagai tejo; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam tejo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'vayo' (angin) sebagai vayo, setelah mengetahui vayo sebagai vayo, ia berpikir tentang vayo; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vayo; ia memikirkan (dirinya) sebagai vayo; ia berpikir 'vayo milikku', ia gembira dalam vayo. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'butha ' (makhluk) sebagai butha , setelah mengetahui butha sebagai butha , ia berpikir tentang butha ; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan butha ; ia memikirkan (dirinya) sebagai butha ; ia berpikir 'butha milikku', ia gembira dalam butha . Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'deva' (dewa) sebagai deva, setelah mengetahui deva sebagai deva, ia berpikir tentang deva; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan deva; ia memikirkan (dirinya) sebagai deva; ia berpikir 'deva milikku', ia gembira dalam deva. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Pajapati' sebagai Pajapati, setelah mengetahui Pajapati sebagai Pajapati, ia berpikir tentang Pajapati; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Pajapati; ia memikirkan (dirinya) sebagai Pajapati; ia berpikir 'Pajapati milikku', ia gembira dalam Pajapati. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Brahma' (Dewa Brahma) sebagai Brahma, setelah mengetahui Brahma sebagai Brahma, ia berpikir tentang Brahma; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Brahma; ia memikirkan (dirinya) sebagai Brahma; ia berpikir 'Brahma milikku', ia gembira dalam Brahma. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Abhassara' (Brahma Aabhasara) sebagai Abhassara, setelah mengetahui Abhassara sebagai Abhassara, ia berpikir tentang Abhassara; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Abhassara; ia memikirkan (dirinya) sebagai Abhassara; ia berpikir 'Abhassara milikku', ia gembira dalam Abhassara. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Subhakinna' (Brahma Subhakinna) sebagai Subhakinna, setelah mengetahui Subhakinna sebagai Subhakinna, ia berpikir tentang Subhakinna; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Subhakinna; ia memikirkan (dirinya) sebagai Subhakinna; ia berpikir 'Subhakinna milikku', ia gembira dalam Subhakinna. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Vehapphala' (Brahma Vehapphala) sebagai Vehapphala, setelah mengetahui Vehapphala sebagai Vehapphala, ia berpikir tentang Vehapphala; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Vehapphala; ia memikirkan (dirinya) sebagai Vehapphala; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Vehapphala. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Abhibhu' (Brahma Asaññnasatta) sebagai Abhibhu, setelah mengetahui Abhibhu sebagai Abhibhu, ia berpikir tentang Abhibhu; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Abhibhu; ia memikirkan (dirinya) sebagai Abhibhu; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Abhibhu. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Akasanancayatana' (…) sebagai Akasanancayatana, setelah mengetahui Akasanancayatana sebagai Akasanancayatana, ia berpikir tentang Akasanancayatana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akasanancayatana; ia memikirkan (dirinya) sebagai Akasanancayatana; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Akasanancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Viññanancayatana' (…) sebagai Viññanancayatana, setelah mengetahui Viññanancayatana sebagai Viññanancayatana, ia berpikir tentang Viññanancayatana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Viññanancayatana; ia memikirkan (dirinya) sebagai Viññanancayatana; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Viññanancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Akincannayatana N’evasaññanasannayatana (cairan) sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana , setelah mengetahui Akincannayatana N’evasaññanasannayatana sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana, ia berpikir tentang Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia memikirkan (dirinya) sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Akincannayatana N’evasaññanasannayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'dittha ' (pandangan yang dilihat) sebagai dittha , setelah mengetahui dittha sebagai dittha , ia berpikir tentang dittha ; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan dittha ; ia memikirkan (dirinya) sebagai dittha ; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam dittha . Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Isuta' (sesuatu yang didengar) sebagai Isuta, setelah mengetahui Isuta sebagai Isuta, ia berpikir tentang Isuta; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Isuta; ia memikirkan (dirinya) sebagai Isuta; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Isuta. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'muta' (sesuatu yang dirasakan) sebagai muta, setelah mengetahui muta sebagai muta, ia berpikir tentang muta; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan muta; ia memikirkan (dirinya) sebagai muta; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam muta. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Ia mengetahui 'vinnata' (diketahui) sebagai vinnata, setelah mengetahui vinnata sebagai vinnata, ia berpikir tentang vinnata; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vinnata; ia memikirkan (dirinya) sebagai vinnata; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam vinnata. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'lekatta' (persatuan) sebagai lekatta, setelah mengetahui lekatta sebagai lekatta, ia berpikir tentang lekatta; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan lekatta; ia memikirkan (dirinya) sebagai lekatta; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam lekatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'nanatta' (perbedaan) sebagai nanatta, setelah mengetahui nanatta sebagai nanatta, ia berpikir tentang nanatta; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nanatta; ia memikirkan (dirinya) sebagai nanatta; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam nanatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'sabba' (universal) sebagai sabba, setelah mengetahui sabba sebagai sabba, ia berpikir tentang sabba; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan sabba; ia memikirkan (dirinya) sebagai sabba; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam sabba. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

Orang awam (puthujjana) yang tidak memperdulikan (assutava) para ariya, tidak melihat (adassavi) ariyadhamma, tidak mengetahui (akovido) ariyadhamma, tidak terlatih dalam ariyadhamma, tidak melihat ‘orang-orang suci’ (sapurisa), tidak mengetahui dhamma orang-orang suci, tidak terlatih dalam dhamma orang-orang suci, namun Ia mengetahui 'Nibbana' (…) sebagai Nibbana, setelah mengetahui Nibbana sebagai Nibbana, ia berpikir tentang Nibbana; ia memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Nibbana; ia memikirkan (dirinya) sebagai Nibbana; ia berpikir 'tejo milikku', ia gembira dalam Nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia tidak mengerti dengan baik.

3. Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, mengerti dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi; karena mengetahui dengan baik tentang pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘apo’ (cairan) sebagai apo; karena mengetahui dengan baik tentang apo sebagai apo, maka ia tidak memikirkan tentang apo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai apo; ia tidak berpikir ' apo milikku', ia tidak gembira dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘tejo’ (panas) sebagai tejo; karena mengetahui dengan baik tentang tejo sebagai tejo, maka ia tidak memikirkan tentang tejo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan tejo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai tejo; ia tidak berpikir ' tejo milikku', ia tidak gembira dalam tejo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘vayo’ (angin) sebagai vayo; karena mengetahui dengan baik tentang vayo sebagai vayo, maka ia tidak memikirkan tentang vayo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vayo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai vayo; ia tidak berpikir ' vayo milikku', ia tidak gembira dalam vayo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘butha’ (mahluk) sebagai butha; karena mengetahui dengan baik tentang butha sebagai butha, maka ia tidak memikirkan tentang butha, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan butha; ia tidak memikirkan dirinya sebagai butha; ia tidak berpikir ' butha milikku', ia tidak gembira dalam butha. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘devo’ (dewa) sebagai devo; karena mengetahui dengan baik tentang devo sebagai devo, maka ia tidak memikirkan tentang devo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan devo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai devo; ia tidak berpikir ' devo milikku', ia tidak gembira dalam devo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Pajapati(?) sebagai Pajapati; karena mengetahui dengan baik tentang Pajapati sebagai Pajapati, maka ia tidak memikirkan tentang Pajapati, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Pajapati; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Pajapati; ia tidak berpikir ' Pajapati milikku', ia tidak gembira dalam Pajapati. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Brahma’ (Dewa Barahma) sebagai Brahma; karena mengetahui dengan baik tentang Brahma sebagai Brahma, maka ia tidak memikirkan tentang Brahma, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Brahma; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Brahma; ia tidak berpikir ' Brahma milikku', ia tidak gembira dalam Brahma. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘AAbhassara’ (Brahma Abhassara) sebagai AAbhassara; karena mengetahui dengan baik tentang AAbhassara sebagai AAbhassara, maka ia tidak memikirkan tentang AAbhassara, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan AAbhassara; ia tidak memikirkan dirinya sebagai AAbhassara; ia tidak berpikir ' AAbhassara milikku', ia tidak gembira dalam AAbhassara. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Subhakinna’ (Brahma Subhakinna) sebagai Subhakinna; karena mengetahui dengan baik tentang Subhakinna sebagai Subhakinna, maka ia tidak memikirkan tentang Subhakinna, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Subhakinna; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Subhakinna; ia tidak berpikir ' Subhakinna milikku', ia tidak gembira dalam Subhakinna. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Vehapphala’ (Brahma Vehapphala) sebagai Vehapphala; karena mengetahui dengan baik tentang Vehapphala sebagai Vehapphala, maka ia tidak memikirkan tentang Vehapphala, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Vehapphala; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Vehapphala; ia tidak berpikir ' Vehapphala milikku', ia tidak gembira dalam Vehapphala. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Abhibhu’ (Brahma Asannasatta) sebagai Abhibhu; karena mengetahui dengan baik tentang Abhibhu sebagai Abhibhu, maka ia tidak memikirkan tentang Abhibhu, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Abhibhu; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Abhibhu; ia tidak berpikir ' Abhibhu milikku', ia tidak gembira dalam Abhibhu. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Akasanancayatana(?) sebagai Akasanancayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Akasanancayatana sebagai Akasanancayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Akasanancayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akasanancayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Akasanancayatana; ia tidak berpikir ' Akasanancayatana milikku', ia tidak gembira dalam Akasanancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Vinnananancayatana sebagai Vinnannaancayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Vinnannaancayatana sebagai Vinnannaancayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Vinnannaancayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Vinnannaancayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Vinnannaancayatana; ia tidak berpikir ' Vinnannaancayatana milikku', ia tidak gembira dalam Vinnannaancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Akincannayatana N’evasaññanasannayatana sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Akincannayatana N’evasaññanasannayatana sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Akincannayatana N’evasaññanasannayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia tidak berpikir'Akincannayatana N’evasaññanasannayatana milikku', ia tidak gembira dalam Akincannayatana N’evasaññanasannayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Dittha’ (Pandangan yang dilihat) sebagai Dittha; karena mengetahui dengan baik tentang Dittha sebagai Dittha, maka ia tidak memikirkan tentang Dittha, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Dittha; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Dittha; ia tidak berpikir ' Dittha milikku', ia tidak gembira dalam Dittha. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Isuta’ (sesuatu yang didengar) sebagai Isuta; karena mengetahui dengan baik tentang Isuta sebagai Isuta, maka ia tidak memikirkan tentang Isuta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Isuta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Isuta; ia tidak berpikir ' Isuta milikku', ia tidak gembira dalam Isuta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘muta’ (sesuatu yang dirasakan) sebagai muta; karena mengetahui dengan baik tentang muta sebagai muta, maka ia tidak memikirkan tentang muta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan muta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai muta; ia tidak berpikir ' muta milikku', ia tidak gembira dalam muta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘vinnata’ (yang diketahui) sebagai vinnata; karena mengetahui dengan baik tentang vinnata sebagai vinnata, maka ia tidak memikirkan tentang vinnata, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vinnata; ia tidak memikirkan dirinya sebagai vinnata; ia tidak berpikir ' vinnata milikku', ia tidak gembira dalam vinnata. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘lekatta’ (persatuan) sebagai lekatta; karena mengetahui dengan baik tentang lekatta sebagai lekatta, maka ia tidak memikirkan tentang lekatta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan lekatta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai lekatta; ia tidak berpikir ' lekatta milikku', ia tidak gembira dalam lekatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘nanatta’ (perbedaan) sebagai nanatta; karena mengetahui dengan baik tentang nanatta sebagai nanatta, maka ia tidak memikirkan tentang nanatta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nanatta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai nanatta; ia tidak berpikir ' nanatta milikku', ia tidak gembira dalam nanatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘sabba’ (universal) sebagai sabba; karena mengetahui dengan baik tentang sabba sebagai sabba, maka ia tidak memikirkan tentang sabba, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan sabba; ia tidak memikirkan dirinya sebagai sabba; ia tidak berpikir ' sabba milikku', ia tidak gembira dalam sabba. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu siswa (sekha), yang belum mencapai kesempurnaan (appattamanasa), yang masih berusaha untuk mencapai pembebasan tertinggi (anuttara) dari ikatan, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Nibbana(?) sebagai Nibbana; karena mengetahui dengan baik tentang Nibbana sebagai Nibbana, maka ia tidak memikirkan tentang Nibbana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Nibbana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Nibbana; ia tidak berpikir ' Nibbana milikku', ia tidak gembira dalam Nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

3. Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Saya nyatakan bahwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘apo’ (cairan) sebagai apo; karena mengetahui dengan baik tentang apo sebagai apo, maka ia tidak memikirkan tentang apo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan apo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai apo; ia tidak berpikir ' apo milikku', ia tidak gembira dalam apo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘tejo’ (panas) sebagai tejo; karena mengetahui dengan baik tentang tejo sebagai tejo, maka ia tidak memikirkan tentang tejo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan tejo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai tejo; ia tidak berpikir ' tejo milikku', ia tidak gembira dalam tejo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘vayo’ (angin) sebagai vayo; karena mengetahui dengan baik tentang vayo sebagai vayo, maka ia tidak memikirkan tentang vayo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vayo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai vayo; ia tidak berpikir ' vayo milikku', ia tidak gembira dalam vayo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘butha’ (mahluk) sebagai butha; karena mengetahui dengan baik tentang butha sebagai butha, maka ia tidak memikirkan tentang butha, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan butha; ia tidak memikirkan dirinya sebagai butha; ia tidak berpikir ' butha milikku', ia tidak gembira dalam butha. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘devo’ (dewa) sebagai devo; karena mengetahui dengan baik tentang devo sebagai devo, maka ia tidak memikirkan tentang devo, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan devo; ia tidak memikirkan dirinya sebagai devo; ia tidak berpikir ' devo milikku', ia tidak gembira dalam devo. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Pajapati(?) sebagai Pajapati; karena mengetahui dengan baik tentang Pajapati sebagai Pajapati, maka ia tidak memikirkan tentang Pajapati, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Pajapati; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Pajapati; ia tidak berpikir ' Pajapati milikku', ia tidak gembira dalam Pajapati. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu Arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Brahma’ (Dewa Barahma) sebagai Brahma; karena mengetahui dengan baik tentang Brahma sebagai Brahma, maka ia tidak memikirkan tentang Brahma, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Brahma; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Brahma; ia tidak berpikir ' Brahma milikku', ia tidak gembira dalam Brahma. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Abhassara’ (Brahma Abhassara) sebagai Abhassara; karena mengetahui dengan baik tentang Abhassara sebagai Abhassara, maka ia tidak memikirkan tentang Abhassara, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Abhassara; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Abhassara; ia tidak berpikir ' Abhassara milikku', ia tidak gembira dalam Abhassara. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Subhakinna’ (Brahma Subhakinna) sebagai Subhakinna; karena mengetahui dengan baik tentang Subhakinna sebagai Subhakinna, maka ia tidak memikirkan tentang Subhakinna, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Subhakinna; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Subhakinna; ia tidak berpikir ' Subhakinna milikku', ia tidak gembira dalam Subhakinna. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Vehapphala’ (Brahma Vehapphala) sebagai Vehapphala; karena mengetahui dengan baik tentang Vehapphala sebagai Vehapphala, maka ia tidak memikirkan tentang Vehapphala, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Vehapphala; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Vehapphala; ia tidak berpikir ' Vehapphala milikku', ia tidak gembira dalam Vehapphala. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Abhibhu’ (Brahma Asannasatta) sebagai Abhibhu; karena mengetahui dengan baik tentang Abhibhu sebagai Abhibhu, maka ia tidak memikirkan tentang Abhibhu, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Abhibhu; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Abhibhu; ia tidak berpikir ' Abhibhu milikku', ia tidak gembira dalam Abhibhu. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Akasanancayatana(?) sebagai Akasanancayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Akasanancayatana sebagai Akasanancayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Akasanancayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akasanancayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Akasanancayatana; ia tidak berpikir ' Akasanancayatana milikku', ia tidak gembira dalam Akasanancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Viññanancayatana(?) sebagai Viññanancayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Viññanancayatana sebagai Viññanancayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Viññanancayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Viññanancayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Viññanancayatana; ia tidak berpikir ' Viññanancayatana milikku', ia tidak gembira dalam Viññanancayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Akincannayatana N’evasaññanasannayatana (?) sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; karena mengetahui dengan baik tentang Akincannayatana N’evasaññanasannayatana sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana, maka ia tidak memikirkan tentang Akincannayatana N’evasaññanasannayatana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Akincannayatana N’evasaññanasannayatana; ia tidak berpikir'Akincannayatana N’evasaññanasannayatana milikku', ia tidak gembira dalam Akincannayatana N’evasaññanasannayatana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Dittha’ (Pandangan yang dilihat) sebagai Dittha; karena mengetahui dengan baik tentang Dittha sebagai Dittha, maka ia tidak memikirkan tentang Dittha, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Dittha; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Dittha; ia tidak berpikir ' Dittha milikku', ia tidak gembira dalam Dittha. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Isuta’ (sesuatu yang didengar) sebagai Isuta; karena mengetahui dengan baik tentang Isuta sebagai Isuta, maka ia tidak memikirkan tentang Isuta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Isuta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Isuta; ia tidak berpikir ' Isuta milikku', ia tidak gembira dalam Isuta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘muta’ (sesuatu yang dirasakan) sebagai muta; karena mengetahui dengan baik tentang muta sebagai muta, maka ia tidak memikirkan tentang muta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan muta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai muta; ia tidak berpikir ' muta milikku', ia tidak gembira dalam muta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘vinnata’ (yang diketahui) sebagai vinnata; karena mengetahui dengan baik tentang vinnata sebagai vinnata, maka ia tidak memikirkan tentang vinnata, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan vinnata; ia tidak memikirkan dirinya sebagai vinnata; ia tidak berpikir ' vinnata milikku', ia tidak gembira dalam vinnata. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘lekatta’ (persatuan) sebagai lekatta; karena mengetahui dengan baik tentang lekatta sebagai lekatta, maka ia tidak memikirkan tentang lekatta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan lekatta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai lekatta; ia tidak berpikir ' lekatta milikku', ia tidak gembira dalam lekatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘nanatta’ (perbedaan) sebagai nanatta; karena mengetahui dengan baik tentang nanatta sebagai nanatta, maka ia tidak memikirkan tentang nanatta, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan nanatta; ia tidak memikirkan dirinya sebagai nanatta; ia tidak berpikir ' nanatta milikku', ia tidak gembira dalam nanatta. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘sabba’ (iniversal) sebagai sabba; karena mengetahui dengan baik tentang sabba sebagai sabba, maka ia tidak memikirkan tentang sabba, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan sabba; ia tidak memikirkan dirinya sebagai sabba; ia tidak berpikir ' sabba milikku', ia tidak gembira dalam sabba. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

Seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin (asava), telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna, namun Ia mengerti dengan baik tentang ‘Nibbana(?) sebagai Nibbana; karena mengetahui dengan baik tentang Nibbana sebagai Nibbana, maka ia tidak memikirkan tentang Nibbana, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan Nibbana; ia tidak memikirkan dirinya sebagai Nibbana; ia tidak berpikir ' Nibbana milikku', ia tidak gembira dalam Nibbana. Mengapa begitu? Saya nyatakan babwa hal itu ia telah mengerti dengan baik.

4. Para bhikkhu, bagaimana pun seorang bhikkhu arahat, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin, telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ia tidak gembira dalam pathavi, ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ia tidak gembira dalam pathavi, ia pun mengerti dengan baik tentang 'apo' ia tidak gembira dalam apo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'tejo' ia tidak gembira dalam tejo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'vayo' ia tidak gembira dalam vayo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'butha' ia tidak gembira dalam butha, ia pun mengerti dengan baik tentang 'deva' ia tidak gembira dalam deva, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Pajapati' ia tidak gembira dalam Pajapati, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Brahma' ia tidak gembira dalam Barhma, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Abhassaara' ia tidak gembira dalam Abhassara, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Subbhakinna' ia tidak gembira dalam Subhakinna, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Vehapphala' ia tidak gembira dalam Vehapphala, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Abhibhu' ia tidak gembira dalam AaAbhibhu, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Akasanancayatana' ia tidak gembira dalam Akasanancayatana, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Viññanancayatana' ia tidak gembira dalam Viññanancayatana ia pun mengerti dengan baik tentang 'Akincannayatana N’evasaññanasannayatana ia tidak gembira dalam Akincannayatana N'evasannanasannaya-tana, ia pun mengerti dengan baik tentang ' dittha' ia tidak gembira dalam dittha, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Isuta' ia tidak gembira dalam Isuta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'muta' ia tidak gembira dalam 'muta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'vinnata' ia tidak gembira dalam 'vinnata', ia pun mengerti dengan baik tentang 'lekatta' ia tidak gembira dalam ‘lekatta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'nanatta' ia tidak gembira dalam nanatta, ia pun mengerti dengan baik tentang 'sabba' ia tidak gembira dalam sabba, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Nibbana' ia tidak gembira dalam Nibbana'. Mengapa begitu? Karena ia 'tanpa keinginan nafsu' (vitaragatta), sebab telah 'melenyapkan (semua) keinginan nafsu' (khaya ragassa). ia 'tanpa kebencian' (vitadosatta), sebab telah 'melenyapkan (semua) kebencian' (khaya dosassa), ia 'tanpa kebodohan' (vitamohatta), sebab telah melenyapkan (semua) kebodohan' (khaya mohassa).

5. Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha, yang telah melenyapkan semua kekotoran batin, telah hidup dengan kehidupan (sempurna), telah melaksanakan tugas yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah melepaskan beban (ohitabharo), telah mencapai tujuannya (anuppattasadatto), telah melenyapkan semua belenggu (samyojana), yang terbebas (vimutti) dengan pengetahuan sempurna ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ia tidak gembira dalam pathavi, ia pun mengerti dengan baik tentang 'pathavi' ia tidak gembira dalam pathavi, ia pun mengerti dengan baik tentang 'apo' ia tidak gembira dalam apo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'tejo' ia tidak gembira dalam tejo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'vayo' ia tidak gembira dalam vayo, ia pun mengerti dengan baik tentang 'butha' ia tidak gembira dalam butha, ia pun mengerti dengan baik tentang 'deva' ia tidak gembira dalam deva, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Pajapati' ia tidak gembira dalam Pajapati, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Brahma' ia tidak gembira dalam Barhma, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Abhassaara' ia tidak gembira dalam Abhassara, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Subbhakinna' ia tidak gembira dalam Subhakinna, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Vehapphala' ia tidak gembira dalam Vehapphala, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Abhibhu' ia tidak gembira dalam AaAbhibhu, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Akasanancayatana' ia tidak gembira dalam Akasanancayatana, ia pun mengerti dengan baik tentang ' Viññanancayatana' ia tidak gembira dalam Viññanancayatana ia pun mengerti dengan baik tentang 'Akincannayatana N’evasaññanasannayatana ia tidak gembira dalam Akincannayatana N'evasannanasannaya-tana, ia pun mengerti dengan baik tentang ' dittha' ia tidak gembira dalam dittha, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Isuta' ia tidak gembira dalam Isuta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'muta' ia tidak gembira dalam 'muta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'vinnata' ia tidak gembira dalam 'vinnata', ia pun mengerti dengan baik tentang 'lekatta' ia tidak gembira dalam ‘lekatta', ia pun mengerti dengan baik tentang 'nanatta' ia tidak gembira dalam nanatta, ia pun mengerti dengan baik tentang 'sabba' ia tidak gembira dalam sabba, ia pun mengerti dengan baik tentang 'Nibbana' ia tidak gembira dalam Nibbana'. Mengapa begitu? Karena hal itu telah dimengerti dengan baik oleh Tathagata.

6. Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang 'pathavi' sebagai pathavi; karena mengerti dengan baik mengenai pathavi sebagai pathavi, maka ia tidak memikirkan tentang pathavi, ia tidak memikirkan (dirinya) berhubungan dengan pathavi; ia tidak memikirkan dirinya sebagai pathavi; ia tidak berpikir 'pathavi milikku', ia tidak gembira dalam pathavi. Mengapa begitu? Karena ia telah mengetahui dengan baik bahwa 'kenikmatan (nandi) dasarnya adalah pada dukkha', mengetahui bahwa karena adanya 'menjadi' (bhava) maka terjadilah 'kelahiran' (jati), maka muncullah 'usia tua dan kematian' (jaramarana) makhluk. Para bhikkhu itulah sebabnya maka saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan 'melenyapkan semua keinginan' (tanha khaya) dan 'tanpa nafsu' (viraga), sempurna kesadarannya dengan mencapai 'penerangan agung tertinggi' (anuttaram sammasambodhi).

Para bhikkhu, juga Tathagata Arahat Sammasambuddha mengerti dengan baik tentang 'apo', 'tejo', 'vayo', 'butha', 'deva', 'Pajapati', ‘Brahma’, ‘Abhassara’, Subhakinna’, ‘Vehapphala’, ‘Abhibhu’, ‘Akasanancayatana’, ‘Viññanancayatana, ‘Akincannayatana N’evasaññanasannayatana,’ 'dittha', Isuta', 'muta, 'vinnata', ‘lekatta’, ‘nanatta’, ‘sabba’ , Nibbana' ia tidak gembira dalam 'apo', 'tejo', 'vayo', 'butha', 'deva', 'Pajapati', ‘Brahma’, ‘Abhassara’, Subhakinna’, ‘Vehapphala’, ‘Abhibhu’, ‘Akasanancayatana’, ‘Viññanancayatana, ‘Akincannayatana N’evasaññanasannayatana,’ 'dittha', Isuta', 'muta, 'vinnata', ‘lekatta’, ‘nanatta’, ‘sabba’ , Nibbana'. Para bhikkhu itulah sebabnya maka saya nyatakan bahwa Tathagata karena telah melenyapkan, terbebas dan melenyapkan semua keinginan dan tanpa nafsu sempurna kesadarannya dengan mencapai penerangan agung tertinggi.

Itulah yang diuraikan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu senang dan gembira pada apa yang dikatakan Sang Bhagava.

Popular Posts